D A F T A R I S I
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
- Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi
- Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina
- Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna
Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...
Raja kerajaan Sangga Buana bernama Raja Satria Tunggal Utama. Ia sangat arif sehingga rakyat hidup rukun dan damai. Ketika usia raja semakin lanjut, tubuhnya mulai sakit-sakitan. Keadaan ini membuat raja merasa khawatir. Ia takut jika rakyatnya kurang mendapat perhatian.
Raja Satria Tunggul Utama hanya dikaruniai seorang putri, bernama Putri Ayu Laras Utami. Raja merasa ragu, apakah putrinya mampu menjadi ahli waris kerajaan?
"Keadaan Paduka semakin lemah. Dan masalah di kerajaan ini sangat banyak. Paduka harus segera mengangkat Putri Ayu Laras Utami untuk menggantikan Paduka. Paduka juga harus memperhatikan kesehatan Paduka," ujar Mentri, entah yang keberapa kalinya.
"Sebenarnya aku ragu, apakah putriku sanggup menerima beban tugas yang berat ini. Aku tidak ingin ketidakmampuan putriku menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Tapi ... beberapa hari ini kesehatanku makin memburuk. Aku harus segera mengangkat putriku itu," ucap Raja agak terbatuk-batuk. "Karena itu, sekarang kirimkanlah tiga jenis busana yang telah aku siapkan untuk dipilih putriku. Pilihan busana itu akan menentukan, apakah ia layak atau tidak menggantikan aku," lanjutnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mentri pun bergegas membawa tiga busana yang harus dipilih oleh Putri Ayu Laras Utami. Busana pertama adalah busana yang sangat indah. Terbuat dari sutra yang dijahit dengan benang emas. Bagian atas busana mewah itu dihiasi batu-batu permata.
Busana yang kedua, dirancang untuk dikenakan di medan perang. Bagian belakang busana itu dilengkapi tempat menyimpan panah dan pedang. Sementara itu, benang perak dipakai untuk menjahit setiap sisi busana itu.
Busana yang ketiga terbuat dari kain tenun biasa, disertai hiasan sederhana. Bentuknya tidak terlalu berlebihan, namun hampir seluruh badan bisa tertutupi oleh busana yang satu ini.
Mentri mendatangi Putri Ayu Laras Utami. Putri tampak sedang tekun membaca berbagai kitab pelajaran budi pekerti dan tata negara.
"Salam sejahtera hamba haturkan pada Paduka Putri," sapa sang Mentri di hadapan Putri Ayu Laras Utami. "Hamba datang kemari untuk menjalankan titah Paduka Raja," sambungnya lagi.
Sang Mentri lalu menyampaikan tiga busana yang harus dipilih sang putri. Busana itu nantinya harus dikenakan saat menghadap Raja. Mentri juga mengatakan bahwa pilihan busana itu akan menentukan apakah Putri bisa menggantikan Raja, menjadi Ratu Kerajaan Sangga Buana.
Sang Putri tertegun sejenak, lalu mengambil ketiga busana tersebut.
"Kapan saya harus menghadap Ayahanda Paduka Raja?"
"Hari ini juga, Tuan Putri. Tepatnya, saat matahari mulai terbenam."
"Baiklah kalau begitu!" ujar Putri sambil mulai memperhatikan ketiga busana itu.
Siang itu, langit biru cerah memayungi Kerajaan Sangga Buana. Ketika matahari mulai terbenam, Raja Satria Tunggal Utama telah bersiap menanti kehadiran putrinya.
Raja tampak keheranan, saat melihat Putri Ayu Laras Utami datang mengenakan busana yang paling sederhana di antara tiga busana yang diberikan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mengapa kau mengenakan busana itu, Putriku?! Bukankah ada busana lain yang lebih baik dari itu?!" ujar Raja.
"Ampuni Ananda, Ayahanda! Bukankah Ayahanda memberi titah agar Ananda memilih salah satu dari ketiga busana yang Ayahanda berikan. Dan, busana inilah yang paling cocok di hati Ananda."
"Tapi, sebagai putri, bukankah kau lebih pantas memakai kedua busana lainnya!"
"Ampun ... Ayahanda! Kedua busana itu tidak cocok dengan hati Ananda!"
"Hehm ... tidak cocok dengan hatimu? Apa maksudmu?" nada suara Raja terdengar semakin tinggi. Matanya menatap lurus ke arah sang Putri.
"Busana dari sutra yang dijahit dengan benang emas, dihiasi berbagai jenis batu permata, adalah melambangkan kemewahan. Hamba takut kalau kemewahan itu menjadi kesenangan Ananda. Tentu Ananda akan selalu merasa tidak puas dan serakah. Busana yang kedua, mirip busana perang. Jangankan mengenakannya. Melihatnya pun hamba sudah tidak kuat. Bukankah Ayah sering berkata, peperangan hanya menimbulkan kehancuran. Ananda tidak mau semua itu terjadi pada diri Ananda."
Sesaat Raja Satria Tunggal Utama terdiam.
"Lalu, apa alasanmu, sehingga kamu mau mengenakan busana yang sekarang ini?" tanyanya kemudian.
"Busana ini sangat sederhana. Tidak kurang juga tidak berlebihan. Bukankah kesederhanaan lah yang selama ini Ayahanda ajarkan pada Ananda, dan pada seluruh rakyat. Karena kesederhanaan itulah rakyat hidup damai, aman dan tenteram. Itulah sebabnya Ananda memilih busana ini."
Begitu Putri Ayu Laras Utami mengakhiri ucapannya, Raja melangkah mendekati sang Putri. Ia mengusap lembut rambut putrinya dan berkata: "Hilang semua keraguan yang kurasa selama ini. Kau ternyata sudah siap untuk menggantikanku."
Tiga hari kemudian, dilangsungkanlah acara meriah yang dihadiri seluruh rakyat dan pemuka kerajaan. Itu adalah acara penobatan Putri Ayu Laras Utami, yang menjadi Ratu di Kerajaan Sangga Buana. ***
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalaukamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.