Oleh Maria Theresia Lahur
Bobo No. 42/XXVIII/01
Oscar kebingungan. Ia membolak-balik kedua album prangkonya. Ditelitinya satu demi satu prangkonya. Hmm, mungkin prangko itu terselip, katanya dalam hati.
Tapi, beberapa menit kemudian wajahnya tampak kecewa. Nampaknya prangko itu benar-benar hilang. Prangko itu dari negeri Belanda, harganya satu Gulden. Di prangko itu ada gambar deretan kincir angin di tengah taman yang dipenuhi bunga tulip beraneka warna. Oskar mendapat prangko itu dari surat kiriman Paman Kemal, adik ayah yang tinggal di Belanda. Oscar benar-benar merasa sedih.
Bagaimana mungkin prangko itu bisa hilang? batin Oscar. Apakah salah satu dari ketiga temannya telah mencuri prangko itu? Ah, Oscar merasa bersalah telah menuduh mereka.
Tadi siang di sekolah, Oscar, Ranu, Doni, dan Bobi sepakat untuk tukar-menukar prangko koleksi mereka. Mereka sama-sama murid kelas 5B dan mempunyai hobi mengoleksi prangko.
Keesokan harinya, Oscar menceritakan tentang prangkonya yang hilang kepada ketiga temannya.
"Aku punya prangko seperti itu. Tanteku yang tinggal di Amsterdam mengirimiku," kata Bobi.
"Ehm ... aku juga punya, tapi aku membelinya di penjual prangko bekas di depan kantor pos lama seberang Pasar Baru," Ranu menimpali.
Oscar tambah menyesal mengapa ia tidak teliti dalam mengurus prangkonya.
Sepulang sekolah, Doni menghampirinya.
"Sebenarnya aku ingat, yang punya prangko itu hanya dua orang. Tapi aku lupa, di album siapa saja kulihat prangko itu. Sayang sekali, salah satu dari teman kita telah mencurinya darimu," kata Doni.
"Tapi, bagaimana kita membuktikannya?" tanya Oscar.
"Aku ada ide ..." jawab Doni.
Doni ingin barter prangko lagi, maka ia menyuruh ketiga temannya untuk membawa album prangko mereka. Di taman sekolah, mereka saling melihat isi album prangko lagi. Tiba-tiba Doni berkata,
"Maafkan aku, Bob. Tapi kau telah mencuri prangko Oscar!"
Semua terkejut. Bobi segera membantah dengan keras, "Enak saja kau menuduhku. Mana buktinya?"
"Katamu kemarin, tantemu tinggal di Amsterdam. Tapi stempel prangko yang terbaca di sini adalah 'tterdam'," kata Doni sambil menunjuk tulisan stempel di atas prangko. Semua bergantian melihatnya dengan teliti.
"Oscar, di mana pamanmu tinggal?" tanya Doni.
"Rotterdam," jawab Oscar.
"Seperti yang kita tahu, kata Amsterdam hanya memiliki satu t. Sedangkan Rotterdam memiliki dua t. Bagaimana?" jelas Doni dengan tenang.
Bobi terdiam. Menunduk.
"Memang aku mencurinya. Maafkan aku, Oscar," katanya pelan.
Doni menyerahkan prangko Belanda itu pada Bobi.
"Ini, kukembalikan prangkomu .... Gambar prangko ini sangat bagus sehingga aku sangat ingin memilikinya, tapi aku yakin kau tidak mau menukarnya," jelas Bobi.
"Sudah, aku memaafkanmu. Tapi kau jangan mencuri lagi. Kalau kau sangat menginginkannya, aku akan minta Paman Kemal untuk mengirimnya lagi. Bagaimana?" Oscar menawarkan.
"Bagaimana dengan aku? Aku juga mau!" Doni berteriak riang.
"Tentu saja. Agar menjadi kenang-kenangan untuk kita," jawab Oscar.
"Tapi, tunggu dulu, Bob! Mengapa kau tidak mengambil prangkoku saja?" tanya Ranu.
"Buat apa mengambil prangkomu? Warnanya sudah kusam," jawab Doni lagi.
"Ha ha ha," semua tertawa geli mendengar jawaban Doni.
"Awas kau, Don!" kata Ranu gemas. *****
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
KurzgeschichtenD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...