D A F T A R I S I
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
- Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi
- Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina
- Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna
Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...
Ranti dan Rinto sedang bermain dengan kuda kesayangan mereka ketika sebentuk angin kencang bertiup ke arah mereka. Buru-buru mereka berlindung di tempat yang aman. Untung saja angin itu datang hanya sebentar.
"Hei, lihat! Angin itu menerbangkan selendang Nenek yang sedang berjemur," tunjuk Ranti ke atas.
Rinto memandang ke langit. Ya, selendang Nenek tengah melayang-layang menjauh. "Aduh, kita harus buru-buru mengambilnya. Itu kan selendang kesayangan Nenek," kata Rinto kemudian.
Mereka berdua segera menaiki kuda kesayangan mereka mengikuti arah selendang itu pergi. Tapi rupanya selendang itu tak juga turun ke bumi. Semakin lama, semakin jauh. Sampai di dekat sebuah perayaan, selendang itu baru turun ke tanah. Ranti dan Rinto segera mengambilnya. Tapi baru saja mereka meraih selendang itu, tiba-tiba mata mereka melihat seorang gadis kecil yang tengah duduk melamun. Gadis itu memakai pakaian seorang penari.
"Temanku, kelihatannya kamu sedang bersedih. Apakah ada yang dapat kami bantu?" tanya Ranti seraya mendekatinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gadis kecil itu menatap Ranti sebentar. Matanya berbinar-binar ketika melihat selendang yang dipegang Ranti. "Hari ini aku akan mengikuti lomba menari yang sudah lama aku impikan. Pemenangnya akan mendapat sebidang sawah. Aku rasa dengan sawah itu, aku bisa membantu kakek dan nenekku yang miskin," kata gadis itu kemudian.
"Lantas apa masalahmu?" Rinto ingin tahu.
"Semula aku ingin menarikan tari pelangi di lomba itu. Tapi sudah banyak peserta lain yang menarikannya. Aku ingin menarikan tarian selendang yang pernah diajarkan almarhum ibuku. Tapi ... aku tidak punya selendang bagus untuk menarikannya," papar gadis itu.
Ranti memandang sebentar ke arah Rinto. Lalu ia berkata, "Kebetulan kami membawa selendang yang indah. Sayangnya kami hanya bisa meminjamkan saja, karena itu punya nenek kami."
"Oh, sungguhkah? Itu saja sudah cukup," gadis itu kelihatan senang. Ia kemudian menerima selendang berwarna biru dan bersulam benang emas itu dari Ranti.
Tak lama kemudian Ranti dan Rinto melihat gadis itu menari di atas panggung. Gerakannya sangat indah dan mampu memukau semua yang menyaksikannya. Sayangnya, Ranti dan Rinto tidak dapat menunggu sampai pengumuman pemenangnya. Begitu gadis itu selesai menari, Ranti dan Rinto segera mendapatkan selendang Nenek, dan kembali pulang.
Tapi di tengah perjalanan, lagi-lagi mereka terpaksa berhenti sebentar ketika seorang perempuan setengah baya menangis.
"Cucuku jatuh ke dalam sumur kering. Aku tak tahu bagaimana cara menolongnya," kata nenek itu panik.
Ranti dan Rinto segera mengikuti nenek itu. Ternyata sumur itu tidak terlalu dalam. Hanya butuh tali untuk mengangkat cucu lelaki nenek itu. Tapi di mana mereka mendapatkan tali itu?
"Kita pakai selendang Nenek saja. Kurasa cukup panjang dan kuat," usul Ranti. Segera saja Rinto menyetujuinya. Ia mengulurkan selendang Nenek di bibir sumur. Anak di dalam sumur itu segera menggapainya. Kemudian ia mengikatkan selendang itu ke tubuhnya. Dengan sekuat tenaga Ranti, Rinto, dan si nenek berhasil menarik anak itu keluar dari sumur.
"Aduh, terima kasih atas kebaikan kalian. Sayang kami tidak dapat memberikan apa-apa buat kalian," kata nenek itu sambil memeluk cucunya.
"Tidak apa-apa, Nek. Kami juga punya seorang nenek. Dengan peristiwa ini, kami jadi tahu bagaimana sayangnya seorang nenek kepada cucunya," kata Ranti dan Rinto.
Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang. Tapi ketika baru sampai di desa mereka, Ranti dan Rinto terkejut ketika melihat asap hitam mengepul dari sebuah rumah yang mereka kenal. Rumah itu milik Pak Jugal, seorang lintah darat.
Beberapa penduduk membantu memadamkan rumah yang kebakaran itu. Ada juga yang hanya diam menyaksikannya karena memendam kesal atas perlakuan Pak Jugal sebelumnya. Tapi yang menjadi korban bukan hanya Pak Jugal. Karena di rumahnya tinggal pula, orang tuanya, anak-anaknya, dan beberapa pembantu.
"Hei, anak-anak! Maukah kalian memberikan selendang kalian? Kami harus membuat tandu untuk membawa korban ke tempat yang lebih aman," teriak seorang pemuda ke arah Ranti dan Rinto.
Tanpa ragu-ragu Ranti segera menyerahkan selendang Nenek di tangannya. Selendang itu ternyata disimpulkan pada dua bilah bambu untuk dijadikan tandu. Setelah jadi tandu itu digunakan untuk mengangkat anak Pak Jugal yang terluka. Setelah dibawa ke tempat yang aman, selendang itu kemudian digunting, dipakai pula sebagai perban sementara.
Ranti dan Rinto hanya ternganga dibuatnya. Selendang Nenek kini sudah tak berbentuk lagi. Mereka berdua kembali ke rumah dengan lesu. Entah bagaimana marahnya Nenek nanti mendengar cerita mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tapi .... Nenek malah menyambut mereka dengan suka hati ketika mereka datang dan menceritakan pengalaman mereka. "Kalian tahu, meskipun selendang itu merupakan benda kesayangan Nenek, tapi Nenek lebih sayang kepada kalian berdua. Apa yang telah kalian lakukan dengan selendang itu adalah hal yang terbaik. Bukan selendang itu yang telah berjasa menolong mereka semua, melainkan ketulusan hati kalian ..." kata Nenek sambil memeluk Ranti dan Rinto. *****
Hai! Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakanberkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.