D A F T A R I S I
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
- Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi
- Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina
- Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna
Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...
Bunyi itu seperti gemuruh gempa bumi. Tapi asalnya bukan dari dalam perut bumi, melainkan dari tepukan tangan para penonton di tribun stadion.
"Hidup Indonesia! Hidup Indonesia!" terdengar seruan penuh semangat dari tribun sebelah kiri.
Dari tribun sebelah kanan, seruan para pendukung kesebelasan Italia pun tidak kalah semangat. Mereka mengibar-ngibarkan bendera kebangsaan Italia.
Aku berdiri di tengah lapangan. Jantungku berdebar-debar. Telingaku pekak karena kebisingan di sekitar. Pertandingan sepakbola selalu menegangkan, tapi yang ini berbeda. Final Piala Dunia! Antara kesebelasan Indonesia melawan kesebelasan Italia. Dan aku tahu seluruh rakyat Indonesia mengandalkan kesebelasan kami untuk meraih kemenangan dan membawa pulang piala dunia ke tanah air.
"Kita pasti menang," terngiang di telingaku kata-kata Kurniawan, sang kapten saat kami berkumpul di ruang ganti sebelum pertandingan dimulai.
Peluit dibunyikan wasit. Pertandingan dimulai. Kedua kesebelasan mulai saling menyerang. Aku berhasil menguasai bola. Kutendang ke arah pemain sayap kanan. Ups! Tendanganku meleset. Seorang pemain lawan berhasil merebut bola. Dia berlari menuju gawang kesebelasanku. Beberapa pemain pertahanan berusaha menghalangi. Namun ... para suporter kesebelasan Italia tampak bersorak-sorai ketika pemain penyerang Italia berhasil membobol gawang yang dijaga kiper Indonesia, Sandi.
Sampai putaran pertama berakhir, kedudukan tetap bertahan 1-0 untuk kesebelasan lawan. Di ruang ganti pemain, pelatih kami berkata,
"Kita masih punya banyak kesempatan. Karena kita punya banyak pemain kuat. Cuma, Dedy," tunjuknya padaku, "Bersikaplah tenang. Cepat bagi bolamu, dan jangan langsung mengamuk bila lawan mengenaimu atau menendangmu. Widodo, kau bayang-bayangi Dedi terus, agar dia bisa mengumpan bola padamu bila ada kesempatan. Kau paling bagus dalam menangkap bola," ujar pelatih. "Nah, sekarang apa yang harus kalian lakukan?" tantangnya kemudian.
"Menang!!!" kesebelas pemain, temasuk aku, berseru serentak, saling menepuk tangan dan kembali ke lapangan.
Pertandingan dimulai lagi. Sepuluh menit setelah pertandingan berjalan, pemain tengah Indonesia, Nur'alim dijegal lawan. Dia terjatuh. Priiit! Wasit meniup peluit dan menunjuk titik penalti. Tendangan penalti untuk kesebelasan Indonesia. Kesempatan besar! Tampak Kurniawan, pemain penyerang andalan Indonesia bersiap-siap melakukan tendangan penalti.
Dan ... Goool!!! Satu sama!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pertandingan dilanjutkan kembali. Dengan skor seimbang, masing-masing kesebelasan bermain ngotot. Bambang memberikan bola padaku. Namun ... buuk! Aku terjatuh, tersandung kaki lawan. Aduh! Lututku sakit sekali! Rasanya aku harus keluar lapangan. Aku berjalan terpincang-pincang. Tapi dari jauh, seorang suporter berteriak keras, "Ayo, Dedy gempur terus! Sebentar lagi kita pasti memperoleh satu gol lagi!"
Aku terpaksa tersenyum. Hilang sedikit rasa sakitnya. Aku menyerbu maju. Sayang, beberapa menit kemudian kesebelasan lawan memasukkan satu gol lagi. Namun Indonesia pun tak mau kalah. Kami juga menggolkan lagi. Dua sama. Para penonton mulai gelisah melihat arloji masing-masing. Tinggal satu menit!
Aku menggiring bola. Dengan napas tersengal-sengal dan tubuh bermandikan keringat aku melaju ke arah gawang lawan.
"Berikan padaku!" teriak Widodo dari arah kanan. "Musuh di belakangmu!"
Aku cepat menendang bola. Bola ditangkap tepat oleh Widodo. Seorang pemain lawan mencoba merebut bola. Widodo menendang bola kembali ke arahu. Aku menerimanya. Tapi seorang lawan berlari ke arahku, seakan ingin menubrukku hingga jatuh. Dengan putus asa aku menendang bola kuat-kuat ke arah gawang lawan. Bola menyentuh mistar gawang sehingga terpantul kembali ke arahku. Aku melompat berusaha menyundul bola dengan kepala. Bola melejit melewati penjaga gawang dan masuk ke sudut kanan gawang. Goool!
Tepuk tangan mulai menggemuruh diiringi sorak sorai. Priiit ... peluit panjang ditiup tanda pertandingan telah usai.
"Skor 3-2 untuk kesebelasan Indonesia!" seru komentator pertandingan melalui pengeras suara. Indonesia keluar sebagai pemenang!"
Hidup Indonesia! Plok, plok, horeee .... Suara gemuruh itu seakan tak henti-hentinya. Bendera merah putih tampak dikibar-kibarkan. Aku melompat kegirangan. Teman-temanku mengerumuniku, menepuk-nepuk punggungku.
"Indonesia tanah airku ...." Sayup-sayup terdengar nyanyian para suporter. Kedua kesebelasan saling bersalaman lalu keluar dari lapangan.
"Hebat, Dedy!" seru pelatihku. "Tepat pada waktunya. Bagus sekali!" Dia menepuk punggungku begitu keras sehingga aku terbatuk-batuk.
"Aku pikir kita akan kalah," kata Kurniawan padaku. "Belum pernah aku merasa begitu bangga seperti saat kau memasukkan gol terakhir itu tadi, Dedy. Hampir bersamaan dengan berakhirnya waktu. Aku sampai tak bisa bernapas."
Aku tertawa bangga. Para wartawan mengerumuniku dan memotretku. Sementara kudengar seruan-seruan yang mampu mengembang-kempiskan hidungku, "Dedy! Dedy! Hidup Dedy! Hidup Indonesia!"
Aku melambaikan tangan ke arah penonton. Karena terlalu asyik menikmati detik-detik kemenangan itu, aku tidak melihat sebuah bangku panjang dan besar menghalangi jalanku.
Buuuk! Aku tersandung dan jatuh terguling ke tanah. Reflek aku memejamkan mata. Setelah kubuka ... lo? Kenapa aku ada di atas lantai kamarku?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ternyata aku terjatuh dari tempat tidur. Yah, berarti tadi hanya mimpi. Huuuh! Kuraba kaos yang basah. Lo kok, celana tidurku juga basah? Hahh? Bau pesing lagi! Jangan-jangan .... Aku segera melongok ke atas tempat tidur. Kulihat adikku yang tidur bersamaku telah bangun dan tampak tersenyum malu. Aku melotot melihat sprei dan celananya yang basah!
"Dede ngompolin Kakak, ya?" tanyanya sambil menunjuk ke arah celanaku yang basah. "Hehehe ... maaf ya!" serunya sambil berlari menuju kamar mandi.
Aku duduk di tepi tempat tidur. Sambil membuka celana, aku menggerutu, "Huuuh! Mimpi 'disirami' pujian ternyata disirami ompol adik!"
Oh, juara Piala Dunia! Tenyata hanya mimpi, toh?!
****
Hai! Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan mampir ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.