Oleh Dra. L. Heni Susilowati
Bobo Nomor 32 Tahun XXIX 8 November 2001
Dua orang laki-laki sedang bercakap di sebuah kedai. Yang satu bertubuh kecil. Yang satu lagi bertubuh tinggi besar. Tanpa mereka sadari, seorang pengunjung kedai bernama Pak Odeng mengenali mereka. Pak Odeng berbisik pada Pak Uzi, temannya.
"Itu, kan, Pak Ulet dan Pak Mujur?! Bagaimana kalau kita bujuk mereka melamar bekerja sebagai pegawai istana? Dengan begitu kita bisa tahu, lebih baik jadi orang mujur atau orang yang ulet," ujar Pak Odeng.
Wajah Pak Uzi berbinar tanda setuju. "Cemerlang sekali idemu! Ayo kita coba!" ujar Pak Uzi.
Memang saat itu sedang dibutuhkan seorang pegawai istana baru. Pak Odeng dan Pak Uzi lalu membujuk Pak Mujur dan Pak Ulet untuk melamar pekerjaan itu. Tentu saja mereka tidak mengatakan kalau Pak Mujur dan Pak Ulet akan mereka amati.
Karena tertarik, Pak Ulet dan Pak Mujur akhirnya mau mencoba. Untuk bekerja di istana, mereka harus menjalani tes. Tes kali ini cukup menarik. Seorang punggawa istana menyembunyikan sepuluh butir telur di kebun istana. Yang berhasil mengumpulkan telur lebih banyak, dialah yang terpilih.
Kebun istana sangat luas. Mencari sepuluh butir telur tentu saja sangat sulit. Bagi orang biasa, mereka tentu akan segera membatalkan niat mereka. Namun tidak demikian dengan Pak Ulet dan Pak Mujur. Pak Ulet yang tidak mudah putus asa, bermaksud mencari dengan sungguh-sungguh. Sedangkan Pak Mujur, ia percaya benar dengan keberuntungannya selama ini.
Siang itu juga dua orang tersebut menjalani tes. Begitu memasuki kebun istana, kaki Pak Mujur terantuk batu. Tanpa ampun ia jatuh terjerembap ke atas rumput. Untung di atas rumput, bukan di atas batu! Saat tangannya mencengkeram rumput, terpegang olehnya sebutir telur.
Pak Mujur lalu mendekati sebatang pohon. Ia hendak memeriksa apakah lututnya terluka. Ketika Pak Mujur duduk di bawah pohon itu, ia melihat benda bulat putih di antara akar pohon. Telur! Dan tak jauh dari situ, Pak Mujur kembali menemukan sebutir telur. Dalam waktu singkat ia sudah mendapat tiga butir telur.
Pak Mujur lalu melihat ke arah Pak Ulet. Tampak Pak Ulet sedang jongkok menyibak-nyibak semak. Belum sebutir telur pun di tangannya. Diam-diam Pak Mujur merasa bangga. Alangkah beruntungnya jadi orang mujur, pikirnya. Pak Mujur menjadi sombong. Ia meremehkan Pak Ulet yang harus bersusah payah dan berkeringat untuk mendapatkan telur-telur itu.
Hari itu sangat panas.
"Aku sudah mendapat tiga butir telur. Tinggal dapat tiga butir telur lagi, aku sudah mengalahkan Pak Ulet. Sekarang lebih baik aku duduk santai dulu di sini, baru aku mulai mencari lagi. Mendapat tambahan tiga telur lagi, gampang! Aku kan selalu beruntung!" pikir Pak Mujur.
Angin bertiup sepoi-sepoi. Pak Mujur pun terkantuk-kantuk. Niatnya yang hanya untuk duduk sebentar ternyata tak bertahan lama. Beberapa menit kemudian terdengar dengkurannya yang halus.
Sementara itu Pak Ulet terus bekerja. Ia tidak memperhatikan berapa banyak telur yang sudah dikumpulkan Pak Mujur. Yang ada di benaknya hanya berusaha setekun mungkin. Sebutir demi sebutir telur berhasil dikumpulkannya. Akhirnya ada tujuh butir telur di tangannya.
Saat itulah Pak Mujur terbangun. Ia pun teringat tugasnya mengumpulkan telur. Ia melihat Pak Ulet masih asyik memeriksa rumpun bunga jauh di sana.
Dengan tenang ia berseru, "Berapa telur yang kau dapat!?"
"Tujuh!" teriak Pak Ulet tanpa berpaling.
Oh, bukankah itu berarti semua telur sudah ditemukan?! Pak Mujur menjadi lesu. "Kalau begitu, berhentilah mencari! Aku hanya dapat tiga!" seru Pak Mujur tak bersemangat.
Pak Odeng dan Pak Uzi mengamati semua itu.
"Ternyata, jika kemujuran tidak dimanfaatkan dengan baik, percuma saja. Sebaliknya, kerja keras dan ketekunan bisa mendatangkan keuntungan. Begitu kan, Pak Uzi?" Pak Odeng menyimpulkan.
"Betul sekali, Pak Odeng," Pak Uzi mengangguk-angguk mantap.
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Historia CortaD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...