Oleh Hernadi Setiawan
Bobo Nomor 26 Tahun XXIX 27 September 2001
"Teeet," bel istirahat berbunyi. Anto, murid kelas V B, segera berlari ke kelas VI A. Ia menghampiri Hadi, teman satu regu di Pramuka.
"Kemarin Bapak membelikanku tiga film baru," ujar Anto. "Pulang sekolah nanti, kita nonton sama-sama, ya! Sekalian ajak teman yang lain," sambung Anto lagi. Hadi tampak ragu sejenak.
"Aku mau tapi ... aku ada les privat. Bagaimana kalau selesai les nanti, aku menyusul ke rumahmu?" ujar Hadi kemudian.
"Boleh, boleh. Kami akan nonton dulu, nanti kamu menyusul!" Anto mengakhiri pembicaraan.
Saat sekolah usai, Hadi teringat akan tiga film baru yang ditawarkan Anto tadi. Tapi ia juga teringat akan PR matematika dan prakaryanya. Kedua tugas itu harus dikumpulkan besok. Hadi bergegas mencari Anto. Dari jauh, Hadi melihat Anto bersama Budi, Tantri, dan Itang. Mereka berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu teman-teman yang lain. Hadi segera menghampiri mereka, "Maaf To! Aku mungkin nanti tidak jadi ke rumahmu. Soalnya aku harus mengerjakan PR matematika dan prakarya," ujar Hadi.
"Wah, sayang kalau kau tidak datang, Di! Bawa saja buku dan prakaryamu itu ke rumah Anto. Nanti dikerjakan sambil nonton," Budi memberi jalan keluar.
"Wah, repot, Bud! Nanti aku seperti orang yang mau pindahan, bawa segala macam peralatan," tolak Hadi.
"Kalau kamu tidak bisa, ya, tidak apa-apa, Di!" ujar Anto mengerti.
Dengan lega Hadi pamit pada teman-temannya itu. Ia menaiki sepedanya dan pulang sendirian. Setiap hari Kamis, ia memang harus ikut les.
Saat makan siang, Hadi memikirkan kesembilan orang temannya. Mereka tentu sedang asyik nonton tiga film baru milik Anto. Hati Hadi mulai bimbang. Ia memikirkan PR matematika yang sulit serta prakaryanya yang setengah jadi. Mana yang harus ia pilih?
"Hmmm, bagaimana kalau lesku diganti dengan hari lain? Ah, biar nanti aku menelepon Mas Gito. Mudah-mudahan ia mau mencari hari lain," gumam Hadi di dalam hati.
Selesai makan, Hadi bergegas mengambil sepedanya. Tapi ibunya menghadang. "Mau ke mana, Hadi? Sebentar lagi Mas Gito akan datang, kan?"
"Cuma sebentar kok Bu," jawab Hadi sambil mengeluarkan sepedanya. Namun di depan pintu pagar ia berpapasan dengan Mas Gito.
"Lo, Hadi? Mau ke mana kamu?" tanya Mas Gito.
"Anu, Mas, aku mau ..." belum selesai Hadi menjawab, Mas Gito sudah memotong.
"Tunggu sebentar, Di. Ada hal penting yang perlu Mas Gito bicarakan dengan ibumu, juga kamu." Akhirnya mereka masuk ke dalam rumah.
"Tadi saya mendapat kabar dari Solo. Sepupu saya sakit keras, dan saya harus segera ke sana. Jadi, kalau Hadi mau tetap les hari ini, teman saya akan menggantikan saya. Tapi kalau tidak mau, kita bisa cari hari lain untuk gantinya. Bagaimana, Di?" tanya Mas Gito setelah menceritakan masalahnya.
"Bagaimana Hadi?" tanya ibu Hadi.
Hadi berpikir. Tapi bukan soal les yang dipikirkannya. Melainkan soal tiga film baru di rumah Anto. Hari ini les ditunda, PR matematika dikerjakan di rumah Anto sambil nonton, dan prakarya dikerjakan nanti malam, begitu pikir Hadi. Ia lalu memutuskan.
"Mmm, lesnya ditunda saja, Mas. Sampai Mas Gito kembali dari Solo."
"Tapi, benar kamu tidak ada kesulitan dalam pelajaran hari ini, Di?" tanya Mas Gito.
"Tidak," jawab Hadi singkat dan mantap.
Mas Gito akhirnya berpamitan dengan lega.
"Asyik! Sekarang aku bisa nonton tiga film!" gumam Hadi riang. Ia pun bergegas mengambil sepedanya kembali, lalu melaju ke rumah Anto.
Ketika tiba di rumah Anto, Hadi melihat delapan sepeda parkir di halaman. Semua sudah berkumpul! Anto gembira menyambut Hadi yang tidak jadi les.
"Ayo kita nonton. Baru satu film dan itu juga baru dimulai. Soalnya tadi kita makan dulu, lalu masing-masing mengerjakan PR," kata Anto.
Film pertama pun selesai diputar. Hadi ingin film itu diputar ulang. Karena ia ingin menonton bagian awalnya. Tapi kedelapan teman lainnya tidak setuju. Mereka pun menonton film kedua. Tak terasa hari sudah semakin sore. Tapi kesepuluh anak itu tetap asyik nonton. Hampir empat jam mereka habiskan waktu di depan televisi. Ketika film kedua selesai, Anto bertanya,
"Aku tidak tahu, berapa lama masa putar film ketiga ini. Apa semua belum bosan dan masih mau nonton?"
Semua serempak berteriak belum. Akhirnya Anto memasang film ketiga.
Namun, di tengah film, tiba-tiba televisi mati. Ternyata listrik padam. Semua kecewa, dan sadar kalau hari sudah hampir malam. Orang tua Anto menelepon dari kantornya, memberi tahu Anto bahwa ada gardu yang terbakar. Itu sebabnya listrik padam. Anto diminta menyiapkan lampu cadangan dan segera menutup semua pintu dan jendela.
Kesepuluh anak itu kaget. Apalagi Hadi yang sama sekali belum menyelesaikan PR matematikanya. Belum lagi prakaryanya yang baru setengah jadi. Semua harus dikumpulkan besok. Hadi tidak tahu kapan listrik akan hidup. Ia juga tak tahu, apakah malam ini ia bisa mengerjakan PR dan prakaryanya itu!
Film memang bisa diputar ulang. Namun kesempatan hanya datang satu kali! Andai ada kesempatan kedua, tentu Hadi akan memilih mengerjakan PR dan prakaryanya dulu. ***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Storie breviD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...