D A F T A R I S I
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
- Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi
- Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina
- Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna
Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...
Ada sebuah kerajaan kecil. Tanahnya subur, dan rakyatnya makmur. Suasananya pun selalu tenteram dan damai.
Dulu, kerajaan kecil ini terkenal sebagai negeri yang tak pernah tenang. Negeri yang selalu bergolak oleh peperangan. Pasukan perang dari kerajaan-kerajaan di sekitarnya saling serang, saling gempur, dalam usahanya menjajah negeri kecil ini.
Untunglah dalam kekacauan yang tak kunjung padam itu muncul seorang petani yang gagah berani. Dengan kecerdikan dan kegigihannya akhirnya ia berhasil memimpin rakyat yang tertindas untuk berjuang dan mengusir para penjajah dari negerinya yang porak-poranda.
Rupanya rakyat tidak sia-sia mengangkat petani itu sebagai junjungan mereka. Terbukti berkat kepemimpinannya, negeri yang semula terbengkalai itu lambat laun tumbuh sebagai negeri yang mapan.
Dan waktu berganti sudah. Usia sang raja pun semakin tua.
Sayang Raja tidak punya keturunan. Namun Raja sudah memutuskan siapa calon penggantinya. Tapi masih dirahasiakan. Selain Raja dan penasihat pribadinya tidak ada yang tahu. Bahkan yang bersangkutan sendiri pun tidak menyadari kalau dirinya diam-diam telah dicalonkan sebagai pengganti raja.
Sementara itu, ada seorang yang sangat berambisi untuk mengincar kedudukan itu. Dia adalah Pangeran Warih, putra tunggal penasihat raja.
Konon, Pangeran Warih merupakan keturunan terakhir dari raja-raja zaman dahulu, sebelum negeri mereka bergolak.
Karenanya, menurut Pangeran Warih, hanya dirinyalah yang pantas diangkat sebagai raja untuk meneruskan tradisi leluhurnya.
Namun ketika secara tak sengaja ia mendengar bahwa Raja telah memilih seseorang, dan orang itu bukanlah dirinya, bukan main kecewanya Pangeran Warih. Dan ia pun jadi penasaran ingin tahu siapa orang itu.
Tidak sulit bagi Pangeran Warih untuk mengorek rahasia itu dari ayahandanya.
Ternyata orang itu adalah Jalu, prajurit rendahan sekaligus penjaga kuda kesayangan Baginda.
Seperti hendak meledak dada Pangeran Warih. Perasaan kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu. Ambisi dan impiannya seakan telah hancur seketika.
"Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" protesnya dalam hati. "Aku harus menggagalkan rencana ini. Satu-satunya cara adalah membuat Raja kecewa dan menyingkirkan Jalu dari sini," pikiran jahat mulai muncul dalam benaknya.
Keesokan harinya terjadi kegemparan di istana. Kuda kesayangan Baginda tahu-tahu hilang dari kandangnya. Baginda yang menerima laporan itu sangat terkejut dan terguncang.
Jalu amat sedih dan bingung. Sedih karena semua orang menyalahkan dirinya. Bingung karena tidak tahu kapan dan bagaimana kuda itu bisa hilang.
Padahal penjagaan di gerbang istana begitu ketat. Dan petugas ronda berpatroli sepanjang malam. Mustahil ada yang mencuri kuda tidak seorang pun ada yang tahu.
Jalu merasa ada yang tidak beres. Tapi tidak berani mengutarakan pikirannya. Ia hanya menurut saja ketika dirinya ditangkap dan dibawa ke hadapan raja.
"Hamba, siap menerima hukuman," kata Jalu seraya menjatuhkan diri begitu berada di hadapan Raja.
"Angkat kepalamu!" hardik Raja.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.