D A F T A R I S I
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
- Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi
- Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina
- Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna
Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...
Monster gurita itu menggeliat-geliat. Tentikel-tentikelnya yang panjang bergerak ke sana kemari, menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Mobil-mobil, gedung-gedung, tiang-tiang listrik .... Tembakan-tembakan yang diarahkan ke tubuhnya ternyata percuma saja. Serangan dari tank-tank dan helikopter tempur pun tidak mempan. Malah pasukan perang itulah yang kewalahan.
Monster gurita itu memang benar-benar ganas. Ini adalah ketiga kalinya ia muncul dari dasar laut lalu mengacau di mana-mana. Melihat pasukannya kocar-kacir, komandan pasukan akhirnya meminta bantuan Super Didin!
Sang komandan mengambil sebuah alat berbentuk pistol lalu menembakkannya ke atas. Dari moncong pistol keluar sinar berwarna-warni. Itu adalah kode panggilan untuk sang pahlawan.
Dalam beberapa detik saja, Super Didin muncul. Ia terbang melesat ke arah monster gurita. Melihat ada musuh baru, monster itu menggerakkan tentikel-tentikelnya untuk menangkap Super Didin. Namun jagoan itu terbang meliuk-liuk hingga sulit ditangkap.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tanpa menghabiskan banyak waktu, Super Didin mengepalkan kedua tangannya. Ia lalu membukanya dan mendorong ke depan. Ke arah monster itu. Dari kedua tangannya, muncul sinar putih yang menghujam tubuh monster.
BLAAARR!!
Sinar laser! Sang monster terjungkal. Menggeliat-geliat kesakitan, lalu diam tak bergerak. Seluruh pasukan bernapas lega.
Super Didin melakukan gerakan salto di udara. Lalu terbang ke sebuah gedung dan berdiri di puncaknya. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Gempa bumi! Gedung tempat Super Didin berdiri bergetar hebat. Mendadak ....
BRUUKKK!!
Super Didin ... jatuh. Dari atap gedung?
Bukan. Dari tempat tidur. Ia bukan Super Didin. Tetapi Didin, anak laki-laki berusia sebelas tahun.
Terdengar suara tawa Rio, sepupu Didin. Masih dengan mata merah, Rio terpingkal-pingkal.
"Kenapa, Din, mimpi jadi Super Didin yang jago itu lagi, ya?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Didin tersipu malu.
Mendadak, suara Mama Rio terdengar. "Rio, Didin! Pagi-pagi kok sudah bercanda. Ayo cepat, sembahyang subuh. Jangan lupa bereskan kamar."
"Iya, Ma!" jawab Rio.
Didin bangkit. Lalu buru-buru merapikan tempat tidurnya dan tempat tidur Rio. Setelah itu ke kamar mandi, wudhu.
Didin sudah dua bulan tinggal di rumah Rio. Ibu Didin dan Papa Rio kakak beradik. Jadi, Rio adalah saudara sepupu Didin. Papa Rio sengaja mengajak Didin tinggal bersama mereka. Agar beban orang tua Didin anak ringan. Orang tua Didin memang hidup pas-pasan. Di rumah Rio, Didin rajin bekerja. Ia memang ingin membalas kebaikan hati Pak 'De dan Bu 'De. Setiap hari, setelah belajar dan beres-beres, Didin paling suka nonton TV. Acara favoritnya adalah film kartun. Saking senangnya, film itu sering terbawa mimpi.
Waktu sarapan, Rio masih saja meledek Didin. Pak 'De dan Bu 'De hanya tersenyum melihat mereka berdua.
"Sehabis makan, Didin tolong beli paku, ya! Dan Rio, bantu Papa memperbaiki kandang ayam," ujar Pa 'De kemudan.
Tak lama kemudian, Didin berangkat ke toko bangunan di komplek itu. Letaknya lumayan jauh. Ketika pulang, Didin beristirahat sejenak di depan sebuah rumah besar. Ia bersandar di sebuah mobil yang terparkir rapat di pintu gerbang rumah itu. Aneh, pikir Didin. Rasanya, pemilik rumah ini tidak mempunyai mobil seperti itu. Apakah ini mobil tamu?
Tiba-tiba terdengar suara kaca pecah. Dari balik pagar tanaman, Didin melihat beberapa lelaki memecahkan kaca jendela, lalu masuk ke rumah itu.
Jantung Didin berdebar keras. Kakinya gemetar. Mereka pasti perampok. Dan ini pasti mobil para perampok itu, pikir Didin lagi. Sejenak ia terpaku. Tapi beberapa saat kemudian sebuah ide berkelebat di benaknya.
Didin merogoh bungkusan paku dan mengambil beberapa buah. Pelan-pelan didekatinya mobil tadi dan dipakunya keempat ban mobil itu sampai kempes. Setelah itu Didin berlari sekencang-kencangnya. Ia mencari telepon umum terdekat lalu menelepon kantor polisi.
Lima belas menit kemudian polisi datang. Atas petunjuk Didin, mereka segera menuju ke rumah yang dimaksud. Para perampok berhasil ditangkap. Mereka tak bisa melarikan diri. Ya, ban mobil mereka, kan, sudah kempes!
Karena ingin dimintai keterangan, Didin disuruh ikut ke kantor polisi. Siang hari ia baru pulang. Pa 'De dan Bu 'De-nya kaget melihat Didin diantar dua orang polisi.
"Din, apa yang kamu lakukan?" tanya Bu 'De-nya cemas.
Salah satu polisi itu lalu menceritakan semuanya. Tentang keberanian Didin menghalangi sebuah usaha perampokan. Papa Rio menepuk-nepuk pundak Didin bangga.
Ketika kedua polisi itu pulang, Didin langsung diserbu pertanyaan. Rio, Pa 'De dan Bu 'De ingin mendengar ceritanya dari awal. Mereka mendengar dengan tegang seakan mengalami kejadian itu juga.
"Wah, sekarang kamu benar-benar jadi pahlawan, Din!" kata Papa Rio.
"Hidup Super Didin!" seru Rio. "Tapi kali ini, musuhnya bukan lagi monster-monster mengerikan. Tapi perampok betulan!" kata Mama Rio sambil mengerling ke arah Didin.
Semua tertawa.
Didin juga. Kepalanya seperti mau meledak karena perasaan bangga.
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.