Terkadang dunia nampak begitu adil bagi beberapa orang dengan kehidupan beruntung, nampak jahat untuk orang yang selalu tertindas, oleh sebab materi, permasalahan yang membelenggu ataupun urusan yang tak kunjung menemukan jalan keluar.Begitupun dengan Vee Kanesh Bellamy yang saat ini tengah dikerubung dua orang pria dengan tatapan menyeramkan. Pikir Vee dengan wajah yang awalnya seperti tahapan sempurna dari sang ahli yang sedang beralih mejadi zombie babak belur akibat kekuatan super dari Lala tempo hari akan mengurangi sedikit efek kebencian, namun nyatanya nol besar, Jeffry pun Candra tak menurunkan dadanya yang dibusungkan secara sengaja tepat di hadapannya.
"Aku nggak mau ada acara kelahi-kelahian ya, aku udah cukup pusing." Suara Rose yang berasal dari arah dapur pun menyeruak memperingati.
Candra nampak memutar bola matanya, sedangkan Jeffry kesal setengah mati. Hal ini sangat ditunggu; terbongkarnya kebenaran sekaligus acara adu jotosan-cukup adil menurutnya.
Jika ditanya, Lily dimana, jawabannya baru saja ditelan pintu utama untuk berangkat sekolah bersama Laura, makanya dua pria sok jagoan itu langsung pasang badan menantang Vee yang baru saja menelan sendok terakhir sarapannya yang berakhir susah payah seperti menelan batu yang sulit jika dimasukkan tenggorokan.
"Ekhem. Bang, Jeff, sebentar, aku minum dulu." Ucap Vee mencoba setenang mungkin.
Jujur bukan takut yang dihadapinya, justru rasa bersalah semakin besar saat melihat aura tidak menyenangkan dari orang-orang yang selama ini mengetahui kebenaran. Vee semakin ingin dibunuh saja, tapi ia juga tidak mau mati sia-sia, waktu menjalin kasih dengan Rose dulu teramat pendek, oh ayo lah, Vee sangat membutuhkan Rose dalam mahligai kehidupan selanjutnya, setelah ini maksudnya.
Rose yang berkutat dengan piring-piring yang butuh dibereskan dari meja itu tampak sedikit memperhatikan, telinganya cukup berdenyut karena niatnya memang menguping tanpa ikut nimbrung ke perdebatan.
Vee berdiri, siap menghadapi. "Pukul," pintanya.
Candra dan Jeffry saling adu pandang, samsak di depan mata nyatanya siap menjadi korban, kepalan tangan keduanya pun sudah sangat kuat sedari tadi, rasanya sudah sangat tidak sabar adu kebolehan.
Vee merentangkan tangannya ke udara, pasrah jika boleh dikata. "Bang, Jeff, aku tidak akan melawan, sedikitpun, palingan nanti Lily yang nangis kejer lihat daddy-nya tambah babak belur, atau peralatan dapur Rose yang bakal beterbangan karena dia tadi sudah memperingatkan." Ucapnya diakhiri mata meratapi lagit-langit rumah sembari membayangkan.
Seakan semangat yang menggebu-gebu lenyap di telan bumi. Membayangkan Lily menangis, oh tidak, Candra dan Jeffry tidak akan pernah tega. Atau menyaksikan Rose mengamuk, oh ayo lah, wanita itu seperti gorila kehilangan anak yang akan menghancurkan ibu Kota jika emosinya sudah tersulut.
"Bang, Jeff, aku tidak sabar, tanganku juga pegal, ayo cepet pukul, aku juga mau ke kantor."
Rose sebenarnya masih menguping, wanita itu juga nampak geram perihal Vee yang terkesan meremehkan. Ingin sekali menggetok kepala ayah dari anaknya itu dengan centong yang saat ini tengah ia pegang. Tapi urung ia lakukan setelah gebrakan meja terdengar.
"Kau keterlaluan Vee," ucap Jeffry pelaku penggebrakan meja.
Vee memincing, "Aku?" tunjukknya ke dadanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...