7. Teman baik

2.9K 432 10
                                    

Sosok itu tahu betul sedang dimana dirinya berada dengan menggandeng tangan mungil seorang jagoan yang sangat mirip dengan suaminya. Lala dan Sean telah sampai di Rumah Sakit dimana Rose sedang dirawat. Dalam hati Lala sedang dirundung rasa gelisah tanpa sepengetahuan anak kecil ber gigi kelinci yang berada disampingnya.

Lala menuruti arahan dari seorang yang sudah ditugaskan untuk mengantarnya ke kamar rawat inap yang ditempati Rose sesaat sesampainya ia beserta Sean tepat di depan pintu utama Rumah Sakit.

"Mama, kenapa kita harus diantar? Biasanya, dulu kalau kita mau mengunjungi orang sakit tinggal tanya saja ke resepsionis 'kan." Sean, bocah yang penuh dengan rasa penasaran berbisik lirih pada ibunya.

"Sudah, kita ikuti saja, Sean," jawab Lala seadanya.

Bau khas Rumah Sakit menyeruak menelungsungi rongga hidung, orang berlalu-lalang sibuk dengan urusan masing-masing memenuhi sepanjang lorong jalanan ini. Sean, laki-laki cilik itu mengabaikan sekitar, merasakan rasa ngilu yang teramat menggelitik di lambung kecilnya.

"Mama, Sean lapar," serunya dengan menarik lengkungan bibir kebawah.

Lala pun memusatkan pandangannya kebawah kearah wajah lunglai Sean, siapa suruh tadi tidak mau makan. "Makanya jangan bandel, lapar 'kan, sok-sok-an nggak mau makan tadi," omelnya tidak ada belas kasihan.

Sean semakin mengerutkan bibirnya, tidak terima atas cibiran wanita yang pernah mengungkung dirinya di dalam perut selama tujuh bulan—Sean lahir premature.

Lala seperti punya ide cemerlang kali ini. "Sean, nanti kamu cari makan saja di cafeteria, ajak Lily."

"Oke," jawab Sean lesu.

***

"Tidak mau bercerita?" dengan sorot mata mengintimidasi, Lala segera mencoba untuk mengintrogasi. Lala seakan melupakan kondisi fisik sahabatnya yang terlihat lemah lunglai di atas ranjang.

Sesampainya Lala dan Sean ke ruang rawat inap Rose, segera saja wanita asal Thailand itu menyuruh anak laki-lakinya mencari makanan untuk mengisi lambungnya yang kosong, tanpa ragu bocah dengan buntean hoodie marah maroon itu menggeret Lily untuk ikut bersamanya.

"Astaga, jangan menatapku seperti itu, La," pinta Rose lemah.

"Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Lala tetap saja tidak menyerah mencari jawaban atas rasa penasarannya.

"Beneran nggak ada Lala. Kamu tau sendiri 'kan pekerjaanku seperti apa, aku hanya kelelahan karena akhir-akhir ini banyak jadwal operasi, belum lagi banyak berkas yang harus aku tanda tangani," jawabnya diakhiri hembusan napas pelan.

Lala merasa tidak tega untuk lebih mengorek informasi dari sahabatnya ini walaupun ia sangat yakin ada yang disebunyikan darinya. Keadaannya Rose ternyata sangat buruk, lemah, pucat dan dingin disekujur tubuhnya.

"Aku hanya kawatir padamu. Maafkan aku berlebihan." Lala meraih tangan Rose dan mengelusnya disana.

"Aku baik-baik saja, kenapa jadi melow gini sih." Rose, pun akhirnya terkekeh diikuti dengan Lala yang menatapnya sendu.

"Kalau memang tidak kuat, kamu tidak perlu memaksakan seperti ini 'kan, Rose?"

Lala mengatakan dengan nada memohon; mengingat pekerjaan Rose yang cukup menguras tenaga, berbeda dengan dirinya yang hanya fokus mengurus Sean dan bayi besarnya (suaminya sendiri).

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang