Vee sekarang sudah persis seperti pemandu wisata anak TK.
Bagaiaman tidak.
Pria yang masih menggunakan setelan jas kantor itu sangat pusing sebelum sampai di tempat ini. Untuk menentukan tempat makan es krim saja membutuhkan waktu begitu lama, harus melewati sidang meja bundar dengan peserta tiga orang, minus Lily karena gadis itu tidak tahu apa-apa tentang Jakarta.
Alhasil, keputusan ditangan Vee, mutlak sampai ke empat bokong mereka duduk saling berhadapan di meja kedai es krim di tengah kota ini.
Meski sedikit pening, Vee tidak berbohong jika ia sangat senang. Keinginan Vee dari dulu memang ingin punya anak banyak. Bahkan, dia pernah sangat lantang membicarakan keinginannya ini pada kekasihnya waktu dulu.
Sayang, aku ingin punya anak lima. Bak memori terulang kembali yang berhasil menoreh luka lama, Vee akhirnya segera menghapus bayangan masa lalunya, diganti dengan menatap satu persatu para kurcaci yang berada di depannya.
Vee hanya berandai-andai setiap harinya diisi oleh para malaikat kecil seperti ini di istana megah miliknya. Tapi nyatanya Vee sekarang hanya punya satu anak, dan sama sekali tidak ingin memberikan adik untuk putri semata wayangnya.
"Papa, Rachel mau ice cream rasa strawberry dengan bentuk bunga mawar."
"Om, Sean pesan rasa green tea ya."
"Uncle, Lily mau rasa original chocolate."
"Sudah cukup, itu saja yang kalian pesan?" tanya Vee sembari memberi tawaran, ketiganya mengangguk serempak tanda menolak, sudah cukup.
Vee terkekeh, sudah tidak bisa dihitung lagi bagaimana bibir pria itu melengkung ke atas. Lagi-lagi Vee hanya menghela napas bahagia. Seandainya di dalam hidupnya memiliki kebahagiaan yang sempurna. Tapi sayangnya rasa lelah akan memiliki kebahagiaan itu merenggutnya secara perlahan, hanya menyisakan sakit yang hanya perlu ditahan.
Vee bergegas memesan dan tidak lama kemudian membawa berbagai es krim sesuai pesanan.
"Tara, ini pesanan kalian."
Mata ketiga anak-anak itu berbinar secara bersamaan, dengan tidak sabarnya satu persatu tangan mungil mereka mulai mengambil es krim masing-masing. Sangat aneh, hari ini Jakarta cukup dingin dan mereka memilih mengguyur lambungnya dengan es krim.
Suara dentingan telepon mengusik indra rungu, si empu yang merasa terpanggil pun segera mengambil ponsel dari saku coat warna hitam miliknya.
"Hei!" Sean terpekik melihat nama pemanggil dari ponselnya. "Ini maksudmu meminjam ponsel milikku tadi siang?" tanyanya kemudian pada Lily dengan menunjukkan screen ponselnya, terlihat jelas siapa yang menelfon disana.
Tanggapan Lily hanya sebatas anggukan, cuek, datar, lalu mengisyaratkan Sean untuk cepat mengangkat telfonnya.
"Hello, Mommy Auntie," jawab Sean setelah menggeser tanda hijau di ponselnya lalu menempelkan benda itu di daun telinganya.
📞"Sekarang aunty sangat yakin ini kau, Sean."
Sean terkekeh menanggapi. "Iya Mommy Auntie, ini Sean," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...