48. Kedatangan Rose

662 152 20
                                    


"Hotel Diamond Sand."

Rose mengatakan itu kepada driver yang sudah disiapkan oleh Jeffry. Masih ingat bukan jika pria yang berstatus menjadi ayah Lily itu sangat sigap dalam segala situasi. Andai saja Rose bisa jatuh cinta dengannya, maka keadaan tidak akan serumit ini jadinya.

Perasaan orang tidak ada yang bisa mengendalikan. Dipaksa bagaimanapun jika tidak ada rasa mau bagaimana. Tidak mau bertindak egois, Rose tidak mau membebankan pria lajang sebagai suaminya ditambah lagi harus mengasuh anak yang bahkan darahnya saja tidak mengalir darinya.

"Tunggu, hotel Diamond?" Shane bertanya saat mobil itu sudah melaju dengan kecepatan sedang.

Rose mengangguk, wanita itu sepertinya paham apa yang ada dikepala Shane dengan segala pertanyaan yang menggantung disana. "Aku mau nemuin Vee."

Shane membola di matanya. Tampak terkejut, sudah jelas, tapi otak wanita itu justru memikirkan hal lain. "Karena pekerjaan?" Tanyanya. "Kenapa kita harus menganggu liburan Vee dengan Zara!! Ups!!" Shane tampak terkejut untuk kedua kalinya. "Jangan bilang kau tidak membaca berita heboh yang menggemparkan kota Jakarta? Aku rasa Vee dan Zara bakalan balik lagi deh, mereka itu......"

Tampaknya yang ada dikepala Shane tidak sama seperti yang Rose bayangkan. Ia kira sahabatnya itu akan curiga mengenai permasalahan percintaan yang belum kelar antara dirinya dan Vee.

Rose tertawa miris mendengar Shane yang masih dengan antusias menggebu menceritakan permasalahan Vee dengan mantan istrinya yang masyarakat umun tahu layaknya drama romance yang apik untuk dipertontonkan, bahkan tak sedikit yang berharap keduanya bisa kembali seperti dulu lagi.

"Rose, kau tidak mendengarkanku?"

Rose mengerjab, matanya berkedip-kedip. Bohong jika Rose mengabaikan, bahkan telinganya cukup panas mendengar cerita Shane yang bahkan Rose juga tahu itu-berita Vee dan Zara tak pernah luput dari media. Bertahun-tahun Rose merasakan hatinya hancur berkeping-keping, bahkan saat semua sudah jelas dan akan menuju untuk perbaikan, masalah tak hentinya datang, dan Zara lagi yang menjadi penghalang.

Bukankah Rose harus berhenti?

Semuanya tidak akan baik jika terus saja begini, terasa transparan untuk Rose rasakan. Perasaannya sangat tidak nyaman. Ia tidak semestinya berharap tentang kisah cinta lagi setelah mendapatkan kepahitan yang bahkan pil seribu yang ia telan tak melebihi rasanya.

Rose sangat tahu. Vee tidak bersalah, hanya saja, pria itu bodoh dan gegabah.

Mau sampai kapan keduanya akan disalah pahami terus?

Mau sampai kapan mereka akan dicurangi terus?

Terlebih media sangat terang-terangan menyorot kehidupan pria itu, lantas bagaimana dengan perkembangan Lily nantinya jika harus terganggu dengan problema kehidupan orang dewasa yang tidak akan ada habis-habisnya.

Rose tersenyum menanggapi Shane. "Ayo turun, kita sudah sampai." ajaknya.

Jarak bandara memang tak begitu jauh dari tempat hotel milik keluarga Bellamy. Shane pun melengok ke arah luar jendela mobil. "Aku pernah kesini. Diajak tante Dera," ungkapnya.

Keduanya keluar mobil, berjalan berdampingan untuk segera masuk ke dalam gedung tinggi di depannya. "Benarkah?" Rose tampak terkejut.

Shane mengangguk. "Tante Dera cuma dekat sama aku, atau enggak Bang Candra, lebih ke urusan kerjaan sih. Itupun kadang kita meeting lewat video call. Tante Dera ngilang, ketemu cuma buat proyek besar, kadang tante Dera muncul dengan tiba-tiba dan ngilang dengan segera, persis Jailangkung."

Rose memukul lengan Shane. "Hust. Mulutnya." Shane pun tersenyum.

Fakta itu baru diketahui oleh Rose. Pasalnya, saat terakhir kali ia bertemu dengan Dera, sampai sekarang kabar wanita berwibawa itu tidak ada. Rose bukannya enggan, tapi masih sangat sungkan meski waktu itu mereka berakhir dengan saling berpelukan.

Ingin sekali Rose menanyakan tentang Dera kepada Vee, tapi hubungan keduanya belum terlalu dekat untuk membicarakan hal yang sangat intim, Rose tidak akan selancang itu. Memikirkan Lily saja sudah membuat kepalanya pusing.
"Rose, sebenarnya kita ngapain kesini? Beneran urusan kerjaan? Atau ada hal lain." Shane mulai merasa tidak tenang melihat keengganan di wajah Rose saat membicarakan Dera.

"Nemuin Vee, Shane!!"

"Urusan kerjaan?"

"Enggak, nanti kamu bakalan tahu sendiri, aku sudah bilang tadi di pesawat, semua rahasiaku, kehidupanku, aku akan bilang ke kamu," Rose menggelengkan kepala beberapa kali. "Enggak, maksudnya aku akan nunjukin langsung ke kamu, di depan mata kamu, nanti kamu terka sendiri, masih suka teka-teki 'kan?"

Ya Tuhan, ribet sekali. Shane sampai memincingkan mata mencerna apa yang dibicarakan Rose padanya.

"Kita langsung ke lift?"

"Iya."

"Kamu udah booking kamar?"

Wajar bukan jika Shane bertanya. Keduanya tidak berhenti untuk booking kamar di tempatnya, bahkan Rose dengan percaya diri berjalan lurus ke dalam, tanpa ragu sedikitpun.

"Kalau Mama Dera masih konsisten ngasih kamar di lantai 20 buat aku, pasti sensor di pintunya masih bisa aku akses."

Keduanya memang sudah ada di dalam lift khusus tamu VVIP. "Aku nggak tahu harus ngomong apa. Sumpah ya Rose, kamu bikin aku bingung."

Saat tombol interkom menyala di angka 17, Rose bersuara. "Kamar 17, itu khusus buat Mama Dera. Nggak tahu kalau sekarang. Dulu Mama Dera yang ngomong ke aku waktu kita bareng-bareng ngunjungin Singapura. Jadi khusus lift yang ini, tiap lantai cuma ada satu kamar."

Shane mengangguk. "Kalau rumah sakit kamu bangkrut, bisa tuh kamu jadi guide hotel Diamond, lumayan, gajinya besar banget kalau nggak salah."

Rose sontak tertawa. "Enak saja. Aku nggak akan bangkrut."

"Dih sombongnya."

"Bukan sombong, Shane. Fakta, itu fakta."

"Iya, Nyonya Besar."

Setidaknya dengan adanya Shane disini bisa menghibur Rose walau sejenak. "Nah. Ayo keluar."

"Rose, tunggu, kamu yakin?"

Rose hanya mengangkat bahu lalu merjalan melewati Shane lebih dahulu. Rose gemetar, kepercayaan dirinya nyiut begitu saja saat di depannya sudah ada pintu kamar nomer 20. Disana ada sensor hitam untuk menaruh ibu jari miliknya.
Apa Vee di dalam dengan Zara? Itulah yang dipikirkan Rose. Kamar ini memang untuk Vee dan dirinya. Pengaturan fingerprint mutlak hanya untuk keduanya ditambah Dera si pemilik gedung raksasa.

"Tunggu apa?"

"Hah. Oh, enggak, ini aku nunggu kamu?"

Lantas pikiran Rose amburadul. Apa benar Vee dan Zara sedang bermadu kasih dengan sungguhan di dalam kamar itu? Apa benar mereka akan rujuk seperti yang diberitakan dan diharapkan orang-orang?

Meskipun Rose tidak yakin karena ia tahu Vee tidak mencintai wanita itu, tapi siapa yang tahu isi hati orang yang sebenarnya.
Rose dengan kegelisahannya mengangkat ibu jari untuk di tempelkan di sensor hitam. Bunyi, klik, yang baru saja terdengar membuat Shane terkejut. "Kebuka."

Rose juga nampak terkejut. "Iya, kebuka."

"Rose, aku siap!!"

Shane sepertinya sudah paham dengan situasinya. Melihat keluarga Bellamy masih memperhatikan sahabatnya, membuat Shane berspekulasi.

"Ayo masuk."

Aroma yang pertama kali tercium oleh Rose adalah wangi lavender, lotion yang tak pernah tertinggal untuk di oleskan di Tubuh Vee, Rose masih sangat hapal.

Artinya, Vee memang menempati kamar ini.

Lalu, dimana pria itu?

Rose dan Shane masuk semakin kedalam. Interior ruangan masihlah tetap sama, terkesan mewah dan hangat dengan ornamen berwarna serba cream.

"Kalian sudah datang."

"Mama Dera."

"Tante Dera."



Sign,
Pee🍂

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang