32. Daddy Lily

1.7K 270 27
                                    


"Daddy."

"Hm, ada apa sweety?"

Saat ini mereka berdua sudah berada dalam mesin beroda, menuju sekolahan Lily. Vee yang fokus menyetir menjawab tanpa menoleh kesamping. Tentu saja keselamatan harus digiring dan ditempatkan paling depan. Vee masih ingin hidup berdampingan dengan orang yang saat ini diperjuangkan, tidak mau mati konyol karena kecelakaan-apalagi membawa putrinya juga.

"Boleh Lily bertanya?"

"Tentu saja."

Lily tak langsung berucap saat ijin untuk bertanya dilegalkan ayahnya tanpa pemikiran panjang. Gadis kecil itu memilin roknya, tampak ragu jika yang ingin ia tanyakan menciptakan boomerang baru dalam hidupnya.

"Rachel," Lily tampak menjeda saat ekor matanya melirik Vee yang nampak kaku akibat kejut kata yang baru saja Lily sebutkan, bahkan kalimat pertanyaan belum muncul untuk melengkapi sampai akhir.

Lily membuang jauh rasa takut, penasaran lebih mendominasi dan mengerubung bagai lebah yang berbondong-bondong masuk ke dalam sarangnya. Lagipula ayahnya juga berhutang padanya untuk menjelaskan, mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk menagih janji.

Sedang Vee memang tidak memprediksi dari awal yang akan Lily sebutkan adalah nama itu, makanya pria itu sedikit kaget saja.

"Rachel bukan anak daddy." ungkap Vee.

Vee paham, sangat tahu jika tingkat keingin tahuan Lily itu sudah mencapai overdosis. Maka tak butuh kalimat lengkap, ia sudah menjawab.

Lily membuka mulutnya lebar beserta reflek menutupnya juga dengan telapak tangan. "Ba-bagaimana bisa?"

"Heem. Bagaimana menjelaskannya ya."

"Demi Tuhan. Lily penasaran, dad!" tuntut Lily.

Tentu saja Vee bingung bagaimana cara untuk menjelaskannya. Tidak mungkin juga permasalahan ranjang yang menjadi inti permasalahan dijelaskan secara gambalang. For other reason, Lily bahkan tidak seharusnya tahu bagaimana kronologi kisah para orang dewasa yang sama sekali tidak patut untuk dijadikan contoh.

"Apa daddy bisa menjelaskan saat nanti Lily sudah dewasa?"

Lily nampak memberengut, "Asal daddy tahu ya, Lily sudah sangat dewasa."

Vee tersenyum menanggapi. "Jangan dulu ya, nanti saja saat Lily sudah berumur tuhuh belas tahun. Bagaimana?"

"Very long time, dad. Lily tidak sesabar itu."

Lagi-lagi Vee terkikik, ingin sekali melihat ekspresi Lily lebih lama. Namun tetap keselamatan yang menjadi fokus utama.
Lily bersendekap masih tidak terima. "Sederhana saja, dad. Intinya saja, beri tahu Lily bagaimana Rachel bisa memanggil daddy dengan sebutan yang baru saja Lily katakan."

Oh. Sepertinya Lily bukan menuntut penjelasan saja, rasa dongkol yang ditahan saat ayahnya memanjakan putri lain nampaknya mulai Lily tunjukkan.

"Calm down, babe," goda Vee dengan tengilnya.

"Babe? Dad, Lily bukan kekasih daddy ya."

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang