Otak boleh semrawut tapi, pekerjaan tetap harus diurus.
Beginilah aktifitas Vee Kanesh Bellamy untuk menghabiskan waktu guna memusnahkan petang akibat tidak dapat menemukan ketenangan di waktu malam.
Duduk di tempat kerja, kacamata bertengger dengan gagahnya serta jari-jari yang menari di sepanjang papan keyboards sebuah komputer. Vee memincingkan mata dengan konsentrasi penuh pada layar bercahaya dengan berbagai susunan huruf di dalamnya.
Kopi yang berada dalam cangkir disebelah kanannya terhitung tiga; jumlah konsumsi yang cukup berlebihan mengingat lambung pria itu sedikit bermasalah dari muda.
Mengingat tentang kopi. Vee memang kurang setuju dengan kebiasaan barunya ini. Tapi mau bagaimana lagi. Selain obat tidur, hanya air hitam dengan rasa pahit itu yang saat ini setia menjadi teman malam.
Mata Vee tiba-tiba memanas saat pintu menyibak secara mendadak, menampilkan sosok Zara dengan kepalan tangan menggenggam ponsel serta mata memincing marah kepadanya.
"Vee, jelaskan semuanya!!" pinta Zara sembari menuding suaminya, ponsel berwarna hitam menyala disodorkan tepat di depan mata yang ditanya, yang sedari tadi membuat amarahnya meledak-ledak tak tentu arah.
Vee kontan berdiri tak kalah kesal, pria itu murka dengan rahang yang mengeras sebelum tangan begitu cepat membalik keadaan, terburu.
Bunyi pecahan benda logam itu sangat nyaring, secepat itu Vee merebut ponsel Zara untuk dihancurkan di lantai keramik.
Untuk kesekian kali, Vee merasa dibuntuti dan menganggap wanita yang tengah bergetar hebat menahan tangis di depannya itu begitu lancang. Mungkin selama ini Vee hanya bisa diam dan membiarkan apapun yang ingin dilakukan Zara terhadap dirinya.
Tapi tidak untuk kali ini. Ah. Bukan, lebih tepatnya Zara telah salah mengambil langkah, anggap saja wanita itu terkena sial membuat kepala Vee semakin terkepul oleh amarah.
"Kuperingatkan sekali lagi padamu!" Vee semakin mendekat ke arah dimana Zara berdiri dengan tangisnya. "Jangan pernah mengirim penguntit lagi, Zara, atau kau akan menerima hal lebih dari pada pengabaian." peringatnya.
Zara semakin tidak terima, ia seolah sedang dihianati. "Kamu bertemu lagi dengannya, Vee. Kamu berciuman dengannya, aku saja sebagai istrimu tidak pernah kamu sentuh sejak menikah," protesnya nelangsa.
Vee tertawa dalam hati, seandainya ia bisa mencium seseorang yang berada dalam photo yang ditunjukkan Zara, tapi sayang, semua pikiran istrinya itu lebih daripada salah. Nyatanya, Rose dengan posisi seperti itu sedang memeperingati Vee agar tidak mengganggunya lagi.
Memang benar jika Vee tidak menyentuh Zara sekalipun setelah menikah. Sekali lagi, Vee dan Zara adalah kesalahan. Hubungan mereka salah. Ketidak sengajaan tolol yang membuat keduanya berakhir di pelaminan.
Vee benar-benar mati untuk menyentuh wanita lagi. Meskipun itu dengan sang istri.
Vee kian acuh dan tidak mendengarkan Zara yang mematung tanpa mendapatkan penjelasan. Sampai pintu ruang kerja Vee menutup dengan bantingan begitu keras, disitulah Zara meraung dengan tangisnya.
Zara, wanita itu bisa terbilang tergila-gila dengan suaminya. Zara teramat mencintai Vee.
Vee keluar rumah. Menuju mobilnya dan mengendarai dengan kencang. Pria itu menangis dalam diamnya malam. Jalanan sepi semakin membuat Vee bernapsu untuk lebih menancap gas dengan kecepatan lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...