Sepanjang perjalanan, Rose hanya terdiam sampai Shane berkali-kali menghela napas di samping kanan.
Sahabat Rose itu sedang beralih profesi sebagai supir pribadi atas niatnya sendiri. Memang benar Rose secara spontan meminta agar Shane mengantar pulang tanpa memikirkan bahwasanya sahabatnya itu masih ingin berpesta. Namun, saat sudah berada di gedung saat keluar, Rose meminta Shane untuk kembali masuk dengan dirinya yang akan pulang sendirian, tapi sayang seribu sayang, Shane yang teramat peka dengan kondisi hati Rose saat ini memilih untuk mengikuti wanita itu."Rose...."
"Aku mau pergi ke hotel?"
"Untuk apa?"
"Menginap. Anak-anak malam ini akan bersama neneknya, jadi aku ingin sendirian di hotel. Jangan banyak tanya. Turunkan aku di hotel depan."
Rose tidak mau memulai pembicaraan mengenai apa yang barusan terjadi, dengan Shane, atau bahkan jika bukan dengan wanita itu tidak juga dengan siapapun, ia hanya ingin sendiri.
Dengan gaun yang masih melekat indah yang sayangnya tidak dipakai penuh di nuansa pesta, Rose di turunkan oleh Shane atas permintaannya di salah satu hotel yang, ya, terlihat sangat layak."Aku boleh ikut?" Raut Shane meminta hingga memelas, sangat jelas ingin disetujui.
Rose tersenyum sembari menggeleng sebelum sepenuhnya menutup pintu mobil dari luar meninggalkan Shane sendirian, melambaikan tangan sejenak lalu berjalan hingga punggungnya tak terlihat.
Ruangan kamar hotel begitu sunyi sampai-sampai Rose sangat aman, dan nyaman. Sepenuhnya wanita itu merasa lega karena menghindar dari kenyataan yang.......
Rose bukan wanita yang kuat kuat amat, bukan juga wanita yang terlalu sabar hingga tidak mampu meneteskan air mata. Jika dilihat, dikilas balik, wanita itu selalu merindu, merindu dan merindukan Vee meskipun tahu telah disakiti. Sering menyembunyikan diri dibalik selimut hanya untuk meratapi Vee, menyebut nama si pria hingga isakan bercampur suara rindu terdengar di dalamnya.
Rose tahu, sangat tahu jika dirinya sebodoh itu untuk mencinta, namun senekat itu untuk meninggalkan dengan konsekuensi menyakitkan.
Hingga dimana Rose menemukan tempat ternyaman, membaringkan tubuh sampai bisa menumpahkan air mata yang sudah ia tahan semenjak tadi. Sembari meremat dada yang kesusahan bernapas hingga tenggorokan yang ikut meraung kesakitan, Rose, wanita itu, teramat menyesal.
Ternyata tak seperti yang dibayangkan, Vee melupakannya begitu cepat, kenyataan itu membuat Rose begitu bingung sekaligus linglung. Bahkan saat pesta, sedikitpun Vee tak memandang kearahnya meski acara inti belum berada di puncak hingga waktu yang tersisa masihlah begitu panjang.
Kata cinta dari Vee nyatanya sudah menguap ke udara digantikan dengan berita Vee yang atau bahkan akan melangsungkan pernikahan untuk kedua kalinya dengan Valerie. Vee begitu mudah menggantikan Rose yang selama ini menetap dan menduduki singgahsana hatinya.
Jika dipikir lagi, bukanlah ini harapan Rose.
Bahwa, Vee akan cepat menemukan kebahagiaan baru setelah sekian lama hidup dalam bayang-bayang semu. Rose yang memilih meninggalkan, maka ia tak perlu repot untuk mencari kepingan puzzle yang baru saja hilang.
Rose yakin bisa melakukannya.
Tapi, kenapa sangat sulit dan rasanya ia tersekap dalam kegelapan seorang diri seperti ini.
***
"Dimana Rose?" Dera menatap sekeliling meja tempat para tamu untuk sekedar mendudukkan pantat di salah satu kursi jika kemungkinan lelah berdiri.
Dera memasang ekspresi bingung melihat kesana kemari karena tak menemukan sosok Rose. Bahkan, Shane yang sempat terpikirkan oleh Dera pun tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...