53. Lily dan Leon

1.2K 141 19
                                    


Vee tersenyum sedari tadi, bahkan ia mengabaikan Rose yang duduk di depannya, suara dengkuran Shane yang sudah tidur di sofa juga tidak mengganggu telinganya. Tangan Vee tak berhenti mengetik sesuatu di ponselnya, entah kenapa perasaan Rose mendadak buruk karena Vee terlihat baik-baik saja setelah sebelumnya sempat memohon untuk tidak berpisah.

Kenapa Rose yang lebih merasa kehilangan? Harusnya Vee merasa terpuruk-harapan Rose yang begitu buruk ternyata tidak terealisasi dengan benar. Atau sebenarnya Vee tidak benar-benar menginginkannya. Rose pusing dengan isi kepalanya.

"Kak Haikal curang." Leon memekik membuat Rose mendongak untuk melihat ke arah putranya.

Leon bersama Haikal dan Dilan, ketiganya menempati kursi bagian belakang yang tak terhalang jarak jauh dari Rose. Oh, meraka semua berada di dalam Jet Pribadi milik Lily, sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia lagi.

"Leon." Vee bersuara sedikit keras untuk memanggil Leon. Sang empu yang mendengar lantas mendongak. "Sini, Daddy mau bicara sebentar."

Leon sebenarnya tidak mau begitu dekat dengan Vee. Rasa benci masih ada, tapi ia bukan anak yang mau dianggap durhaka meskipun acara balas dendam masih membara.

"Iya, Dad. Ada apa?"

Rose hanya akan melihat. Iteraksi Vee dan Leon memang sudah sangat biasa. Rose juga mendengar jika sebelumnya Vee dan juga putranya itu sudah pernah sekali bertemu. Kronoliginya sudah diceritakan, dan Rose langsung paham. Tapi ia belum mendapatkan jawaban atas semua kondisi yang terjadi kepada Leon. Semua serba mendadak dan secepatnya mereka harus pulang ke Indonesia lagi, Lily sudah pasti sangat khawatir karena ditinggal Rose tanpa kabar.

"Daddy habis chatingan sama Jeffry Daddy. Kita akan langsung ketemu di bandara Samanta. Kamu sudah siap 'kan ketemu Lily?"

Tubuh Leon langsung menegang, begitupun Rose yang tidak tahu apa-apa ikut terkejut. "Kamu sedari tadi senyum-senyum karena lagi chating sama Jeffry?"

"Iya." Vee mengangguk polos.

"Kirain lagi nonton dagelan."

Vee mengerutkan kening. "Apaan sih." Jawabnya. "Gimana, Son. Kamu siap?" Tanyanya yang sudah beralih menatap Leon lagi, Vee juga tersenyum setelah tadi menatap datar untuk menjawab ucapan Rose.

Sial. Rose benar-benar merasa diabaikan. Ia sakit hati.
"Siap nggak siap, Dad."

"God job. Lebih cepat lebih baik. Mereka semua sudah berkumpul di bandara Samanta."

Giliran Rose yang terpengarah. "Kamu sudah cerita semuanya?"

Vee menggeleng. "Enggak. Aku cuma bilang ke mereka. Maksudnya ke Jeffry, Bang Candra dan Lala."

Rose melotot. "Maksud kamu semua itu siapa? Semuanya? Semua orang yang kita kenal?"

"Tentu saja."

"Kenapa?"

"Mengabulkan permintaan mereka?"

"Permintaan apa?"

"Berita itu. Pasti mereka sangat ingin memukul kepalaku. Biar nanti rame-rame, pasti seru."

"Kamu gila?"

"Leon setuju." Leon yang sedari tadi hanya mendengar perdebatan orang tuanya tiba-tiba menyaut. "Leon setuju Daddy gila."

"Kakak nggak boleh mengatai orang tua, tidak sopan."
Leon akan protes, tapi ia lebih memilih jawaban aman saja.

"Leon kan hanya menyutuji perkataan Mommy." ucapnya polos.

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang