Lily lapar, oleh sebab itu beberapa saat yang lalu, Rose memanggil perawat Selena untuk membawanya ke restoran dekat rumah sakit. Pekerjaan Rose masih menumpuk sebukit. Belum lagi, dirinya baru saja menyelesaikan pekerjaannya yang bertambah semakin rumit.
Vee masih disini, dengan luka goresan di siku tangannya, kulit sedikit mengelupas, tapi tidak parah yang mengharuskan ada proses jahitan. Terpaksa, juga karena naluri seorang dokter, Rose mengobati luka itu dengan telaten sembari tetap mengontrol degub jantungnya yang sedari awal sudah menggila.
"Selesai. Jangan lupa setiap hari dibersihkan. Untuk luka jahitan, seminggu setelah ini anda bisa datang kemari. Kalau anda tidak mau dirawat oleh saya. Anda bisa menghubungi Dokter lain. Terserah anda saja mana baiknya."
Rose berkata dengan gerakan tangan yang super sibuk membereskan peralatan, juga matanya yang tidak fokus menatap lawan bicara. Jika kasus lain dengan dua lakon yang berbeda, mungkin Rose sudah melanggar tata krama dalam berbicara. Tapi tidak untuk kedua orang ini, justru tidak ada yang ingin melempar pandang.
"Aku punya Dokter pribadi," jawab Vee ketus.
"Baguslah," saut Rose mantap.
BRAK!
Dengan lari tergesa, pawakan tinggi dengan dress hitam membalut tubuhnya itu sedang berjalan memburu memasuki untuk menghampiri Rose di meja rawatnya dengan Vee yang masih menjadi pasiennya.
Ya Tuhan. Rose sampai mengelus dada saking terkejutnya. Sudah dua kali, bahkan belum masuk pertengahan hari. Pintunya dibuka tanpa permisi.
BRAK!
Bukan lagi pintu, bukan. Melainkan sebuah ponsel di hentakkan keras di meja Rose. Layar pipih dengan model screen yang begitu besar itu sedang menyala. Menunjukkan sebuah gambar yang mampu membuat Rose, pun Vee membulatkan mata lebar karena posisi Vee yang memang juga menguntungkan untuk dapat melihat itu semua.
"Jelaskan padaku Rose." tuntut wanita dengan aura mematikan menunggu jawaban.
"Shane, nanti kita bicarakan. Ya, please, ini masih ada pasien."
Tidak menutupi rasa gugup, sungguh Rose dibuat kalang kabut. Tidak bohong jika dirinya kini sedang tersudut, bingung pun akut. Bukan karena apa, hanya saja kedatangan Lily nanti lah yang membuatnya takut.
"Tidak bisa, kamu harus menjelaskan padaku saat ini juga. Pasienmu hanya Vee. Kita mengenalnya," pinta Shane terkesan memaksa.
Rose hanya menghela napas lelah, bertubi-tubi sudah masalah yang ia dapatkan. Vee juga tidak kalah terkejut, dia tahu, sangat tahu siapa yang ada dalam photo itu. Bahkan dirinya tadi pagi menontonnya secara langsung. Vee tersenyum miring, menurutnya, seorang penghianat memang pantas untuk dihianati.
"Kamu dihianati Rose, suamimu berciuman dengan wanita lain. Apa kamu gila dan tidak ingin marah."
Rose berdiri, tak menanggapi omongan Shane yang begitu keras. Sumpah demi Tuhan. Temannya ini memang tempramen jika itu berurusan dengan yang namanya orang ketiga. Tapi, astaga, Rose tidak bisa diam saja.
Rose sedikit berlari, menuju pintu keluar dari ruangannya. Tidak, Rose tidak akan keluar, wanita itu memastikan untuk mengunci pintu dengan benar. Sungguh. Rose sangat khawatir jika Lily tiba-tiba masuk ruangannya mengingat sudah semenjak tadi gadis kecil itu meninggaklan tempat dan menurut perkiraan Rose, sebentar lagi Lily bakalan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...