Games adalah peruntungan sempurna untuk Vee hingga mampu membuat perusahaan raksasa yang ia naungi terlihat sampai manca Negara. Pria itu tidak bisa diremehkan. Jika James dan keluarganya sekalipun sering menghinanya bodoh, tolol atau hal jelek lainnya, Vee hanya akan diam, karena memang benar dengan ranah yang berbeda. Tapi untuk urusan pekerjaan. Mulut orang-orang sudah pasti akan terkunci rapat, yang mereka mampu hanyalah menganga bangga.
Vee pernah mengatakan jika tidak pernah sekalipun bermain kotor. Sekali lagi benar. Tapi saat ini tubuhnya duduk di salah satu kursi judi di Negara Singapura yang lebih tepatnya Marina Bay Sand. Setelah menaruh chip. Vee menunggu roulette untuk berputar. Tapi tenang saja, hasil taruhan akan ia buang ke tempat semestinya. Tidak akan masuk sepeserpun untuk mengenyangkan perutnya.
Beralih dari bandar satu ke bandar lainnya agar tidak begitu terlihat, Vee menang untuk setiap kali putaran membuat lawan menurunkan tangan. Sampai pada akhirnya ia menemukan meja dengan satu orang saja. Vee bergabung. Menaruh chip di kotak bergambar angka. Banyak orang mengelilingi mejanya, menaruh uang untuk peruntungan siapa yang akan menang. Vee dengan lawan yang berhadapan dengannya.
"Senang bertemu denganmu Robert Anderson Foltrees. Kalau tebakanku benar, Bahasa Indonesia mu sangat lancar bukan." Vee memulai percakapan dengan tenang. Penonton riuh karena tidak mengerti apa yang pria itu katakan.
Sembari menunggu bandar memutar roulette, Robert Anderson tersenyum miring. "Kau sangat berani menemuiku sendirian Tuan Bellamy."
Vee menautkan alis sebelah. "Aku bukanlah pengecut sepertimu."
"Anda bercanda. Meninggalkan kekasih yang sedang mengandung, membiarkan kekasih membesarkan anak sendirian, membiarkan wanita itu kehilangan anaknya. Apa itu bukan pengecut."
Vee mengeratkan kepalannya, bersamaan itu bandar menyerukan hasil. Vee kalah. Emosi sudah dipucuk kepala. Raungan emosi penonton juga terdengar keras. Banyak petaruh kalah karena menaruh banyak uangnya untuk kemenangan Vee.
Vee tersenyum licik. "Follow me, Robert Michael Bieber. Atau tua bangka Foltrees akan tahu siapa penyusup yang menyamar menjadi cucunya, dan buang saja topeng hiper realistis yang ada di kepalamu, itu menjijikkan."
Vee membawa diri tidak dengan tangan kosong. Mengantongi tetek bengek informasi mengenai siapa Robert Anderson sebenarnya. Untung ada James dengan otak pintarnya. Satu persatu hal yang Vee ragukan mulai terkuak. Perangai pria itu setenang air danau, tapi riak dalam otak. Jangan meremehkan.
Robert jelas menegang. Tanpa ragu ia beranjak mengikuti Vee dari belakang. Namun langkahnya terhenti saat Vee berseru, "Jangan bawa orangmu, aku memperingatkan. Mari bermain dengan bagus, aku terbang jauh dari Indonesia seorang diri, kuharap kau masih seorang pria."
Dengan begitu, Robert mengangkat satu tangannya menyerukan perintah untuk para bodyguardnya agar berhenti mengikutinya. Robert sebenarnya tidak gentar. Hanya terkejut saja mengenai Vee dengan informasi rahasia yang selama ini mati-matian ia sembunyikan.
Sampai pada salah satu ruang klub vvip rahasia di bangunan yang sama. Vee menaruh bokongnya di kursi empuk, kedua tangannya dimasukkan celana, sangat congkak dengan tatapan mengintimidasi. Kepalanya mengisyaratkan untuk Robert duduk di depannya.
Vee mengubah posisi, menyatukan kedua telapak tangannya dengan siku menyangga pada lutut. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya.
Robert mencoba untuk rileks. Tampilan pria itu sangat mempesona setelah topeng penyamar dilepaskan. Kancing kemejanya tidak ditautkan dengan lengkap hingga menunjukkan bulu halus di dadanya, so manly. Tapi sayang, Vee adalah pria, tidak akan tergoda. Jangan lupakan dengan perangainya yang lebih dewasa ketimbang wajah palsu yang biasa digunakan. Sorotan mata Robert juga menunjukkan keteduhan.
"Saya?" tunjuk Robert pada dirinya sendiri.
"Aku tidak suka basa basi omong kosong." ucap Vee penuh dengan penekanan.
"Aku mem-"
Ucapan Robert terjeda karena ada pelayan yang memberikan pelayanan hingga Vee mengangkat tangan mengisyaratkan untuk diam. Setelah minuman tertata di depan mereka. Vee meneguk segelas jus penuh. Entahlah, ia hanya haus.
Robert tertawa ringan. "Sialan. Jus.""Kita tidak berteman, tidak ada pembicaraan mengenai urusan minuman."
Vee punya alasan. Ia akan segera pulang ke Jakarta setelah ini, setelah apa yang ia inginkan berada ditangannya.
"It's okay. Calm down."
Kenapa justru Vee merasakan jika Robert begitu meremehkannya. "Aku bisa menghubungi Foltrees saat ini juga jika kau mengulur waktuku."
"Sebelum saya mengatakan. Bagaimana jika anda memberi jaminan untuk rahasia yang saya simpan."
Vee mengangkat alis. Si Robert ini kenapa sopan sekali. Tadi meremehkan. "Deal."
Sial. Robert merogoh saku celanyanya. Tapi ponselnya tidak ada. Mungkin tertinggal di apartemen. "Baiklah, kita buat mudah saja. Bagaimana kalau yang kau inginkan tidak menginginkanmu? Apa kau akan memaksa?"
Disaat itu juga, Vee merasakan tubuhnya memanas. Hasrat ingin bercinta menjalar melalui aliran darahnya. Ingin mengumpat atau memukul orang di depannya namun tidak bisa. Otaknya sudah memikirkan hal yang senonoh.
"Sialan. Apa yang kau masukkan dalam minumanku? Brengsek!!!"
Vee benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Lantas tak menunggu tanggapan dari Robert yang sedang memandangnya dengan bingung. Vee berlari, menuju hotel dimana ia menginap, beruntung tepat disamping gedung kasino ini. Persetan dengan Robert. Vee benar-benar akan membuat pria itu menerima ganjaran yang setimpal.
Sedangkan Robert yang ditinggalkan masih diam dalam kebingungan. Ia memegang gelas bekas minuman Vee yang sudah kosong tandas. "Aku? Aku tidak melakukan apa-apa." gumamnya tetap kebingungan.
"Ah. Shit" Robert pun berlari menuju tempat yang ia pikirkan setelah tidak lupa memasang topeng hiper realistis miliknya kembali.
***
Sign,
Pee🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...