68. Rencana

419 79 3
                                    


Terkadang Vee tidak begitu memahami bagaimana ia nampak begitu mengesankan dengan ide cemerlang. Disaat genting seperti ini, ia mampu memutuskan perkara yang tak terpikirkan oleh orang-orang disekitarnya, meskipun, ya meskipun Leon putranya begitu tega mengolok dan mengatakan jika rencananya bodoh pun berbahaya.

"Jam, Jeffry kenapa lama sekali." Vee menggerutu di dalam ruangannya, mengantongi banyak rencana yang sangat tidak sabar untuk diutarakan.

Seperti janji tempo hari, saat ini Vee menunggu kedatangan Jeffry beserta Fernandez untuk melakukan rencana yang sudah ia susun dengan matang.

James memutus pandangan pada jam yang melingkar di pergelangan tangan, titik merah berjalan di dalam benda itu. "Sebentar lagi, mereka baru keluar dari jalan tol." jawabnya.

Mungkin jika itu orang lain, sudah pasti mengira James melihat acuan waktu, nyatanya pria itu sedang mengintai melalui alat canggih yang menjelma sebagai penanda waktu.

"Leon masih tidak terima." Vee bersuara, meski sangat nekat dengan rencana, Vee tidak serta merta bisa mengabaikan putranya yang masih marah namun pagi ini tetap membawa diri ke sekolah.

"Aku tau kau gegabah, pantas jika Leon tidak terima, tapi jika sudah kau putuskan, apalagi yang aku bisa, akan aku bantu sampai ke akar-akarnya."

James. Temannya ini meski sering menyebalkan, tapi juga menjadi alasan Vee untuk tetap bertahan. Tanpa James, Vee juga bukan apa-apa. Disaat banyak orang meninggalkannya, James selalu ada, jika saja James seorang wanita, mungkin Vee sudah menikahinya.

No.

No.

No.

Tidak ada lagi selain Rose dalam hati Vee.

Memikirkan soal Rose, Vee jadi ingat proposal dadakan yang diajukan wanita itu kemaren.

Pernikahan.

Oh Tuhan. Vee praktis pening di kepalanya. Apa bisa? Hanya pertanyaan itu yang masih menggantung diotakknya.
"Jam, apa boleh aku bertanya sesuatu?"

James mencureng. Dia itu teman tapi terasa kacung, sejak kapan Vee meminta persetujuan hanya untuk sebuah pertanyaan. "Dipersilahkan tuan Bellamy." sarkasnya.

"Apa aku terlihat tampan hari ini?"

Sontak James menoleh akurat, berkas yang ada ditangannya praktis jatuh berantakan. Lebay. Tapi itu kenyataan. "Ten-tentu. Apa anda butuh kaca tuan?"

James sampai sulit berkata-kata, pasalnya ini terjadi untuk pertama kalinya, pertanyaan soal keparipurnaan seorang Vee Kanesh Bellamy yang tidak bisa diragukan lagi, apa pria itu masih tidak sadar?

"Lebih tampan mana jika dibandingkan dengan Jeffry?"
Rahang James jatuh, mulutnya menganga, pria itu menangkap satu kekhawatiran, apa ini soal cemburu?

Mungkin.

Sebenarnya bagi sesama pria, tidak ada kata saling pujian jika membicarakan soal ketampanan, tapi kali ini saja, biarkan James megatakan jika pria di depannya ini sangat tampan.

"Kau lebih tampan." Bagaimana lagi. Untuk melegakan Vee, James terpaksa mengatakan itu.

Vee yang mendapat jawaban itu stagnam melihat Jeffry yang memasuki ruangannya, bersama Fernandez yang berada dibelakannya.

Tampan.

Hanya kata itu yang ada di dalam benak.

Dalam hati Vee mengucapkan banyak rasa syukur karena Rose tidak pernah berpaling, mungkin jika wanita lain, pasti sangat rela menjatuhkan tubuhnya untuk diserahkan utuh kepada Jeffry.

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang