Pagi itu begitu tenang, Rose berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan sepatu pantofel hingga menimbulkan bunyi yang menggema, wanita itu tersenyum, teringat kembali bagaimana Vee melamarnya dengan sangat tidak romantis, namun alih-alih merajuk, Rose memilih untuk menerima, karena disaat kondisi seperti itu, sesuatu hal apa lagi yang lebih membahagiakan?
Rasanya tidak ada.Pernikahan impian yang Rose inginkan segera terwujud, kurang lebih satu bulan lagi, sesuai permintaan Rose dua minggu yang lalu.
"Rose, ada ra..."
Shane terpaksa Rose tinggalkan, wanita itu melambaikan tangan sebelum Shane mampu menuntaskan perkataannya, karena apa yang bergelut di dalam perut Rose butuh untuk dimuntahkan dengan segera.
Rose memasuki ruangannya, yang berada di lantai paling atas, memasuki kamar mandi, membuka kloset dan memfokuskan diri untuk mengeluarkan isi perutnya.
Keadaan ini sangat tidak wajar, sudah lebih dari tiga hari. Rose tidak mencurigai banyak hal, namun satu yang membuat Rose berpikir sejenak, ia masuk angin, pasti, karena akhir-akhir ini udara begitu dingin.
Hingga rasa mual berkurang drastis, Rose menyibak pintu kamar mandi yang langsung di hadiahi oleh kehadiran Shane beserta pelototan tajamnya. "Kenapa kabur?"
"Aku mual Shane." Rose mengkonfirmasi sebelum Shane berujar banyak hal.
"Bentar lagi rapat."
Rose berjalan lemas, duduk di sofa dan memijit keningnya. "Aku tahu."
Rose tahu, tentu saja, itu pekerjaannya. Ia merogoh ponsel, menunggu Vee mengabarinya, karena setelah dua minggu yang lalu dan setelah Vee mengabiskan waktu seharian bersama Lily dan Leon, pria itu berpamit lagi, untuk mengurusi beberapa hal tentang kebebasannya.
Shane yang masih berdiri menunggui Rose untuk beranjak dari sofa sedikit geram, pasalnya sudah banyak relasi yang sedang menunggui pimpinan rumah sakit ini.
"Ro..."
"Ayo!" Tidak mau mendengar Shane protes lagi, Rose segera bangkit dan berjalan duluan untuk keluar dari ruangan.
***
"Aku hamil."
Seperti badai kecang yang mengguncang ruang tamu keluarga Everleight. Disana ada Candra, masih seorang diri menghadapi adiknya yang tertunduk lesu. Meski ini keinginan Rose sendiri, tapi ia pasti menanggung resiko kemarahan kakaknya.
"Rose..." Candra sampai bingung mau berkata apa.
Rasanya dasi yang masih melingkar di kerah kemeja terasa mencekik lehernya.
"Kali ini beda kak, Vee sama aku, nggak ada cerita kayak dulu."
Rasanya memang benar, tapi trauma yang Candra rasakan masih megganjal di dada. Dimana Rose harus mempertanggung jawabkan kehamilan Leon dan Lily seorang diri, Candra merasa dejavu yang membuatnya sulit untuk bernapas. Katakan Candra berlebihan, tapi memori masa lalu tidak bisa dihilangkan.
"Kenapa kalian nekat sekali sih." Tidak bisa marah, Candra mencoba menghakimi dengan biasa saja, tidak mau serius karena itu akan menyulitkan semuanya. "Vee dimana?"
"Lagi jalan kesini, sama anak-anak dan mama Dera juga."
"Jadi semua sudah tahu? Dan kakak yang terakhir kali kamu beritahu?" Candra sampai berdiri, ia menggeleng kepala tidak terima.
"Kak Candra yang pertama. Suer, makanya, mereka aku suruh kesini."
"Sumpah demi harga diri Rose, kakak malu sama bu Dera."
"Kenapa?"
"Dua kali, kenapa kalian....Astaga, sange bener, nggak bisa ditahan sampai menikah?"
Rose tersenyum, ia sebenarnya sedikit takut jika kakaknya bersedih dibandingkan marah-marah, namun saat ia tahu Candra berekspresi berserta dengan celetukan menggelikan, ia tahu jika Candra memaafkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...