Bagaimana rasanya setelah diabaikan, dibuang lalu dipungut kembali. Setelah akal mampu menerima meskipun tak ada kejelasan sejak dulu, Rose masih merasakan sakit yang sama, sakit saat dirinya harus berjuang sendiri untuk membesarkan anak-anaknya, harus kehilangan seorang putranya tanpa adanya Vee yang seharusnya bersama mereka.
Rose bukan sampah yang tak berharga, bahkan dirinya adalah sebuah berlian yang harus dijaga.
"Kau tidak waras, tuan Vee." Rose sudah tersungut emosi, matanya memerah dengan amarah yang membuncah. Mudah sekali bagi Vee untuk mengatakan hal konyol seperti itu.
"Aku masih sangat waras, aku sehat dan aku sadar mengatakannya," jawab Vee penuh penekanan. Pria itu serius, sangat serius sampai nekat meninggalkan rasa malunya untuk disimpan rapi di rumah.
Rose membuang muka kesamping seraya mengangkat tangannya keudara, sangat tidak mengerti akal Vee yang sudah lebih dari orang gila yang berlarian di jalanan menunjukkan tubuh bugilnya.
Pikirnya Rose mudah untuknya?
Maaf ya, Rose sudah tidak butuh dirinya, sudah sangat terlambat untuk sekarang.
Rose memusatkan pandangannya ke arah pria itu lagi. "Sebaiknya kau keluar dari rumahku, jangan membawa omong kosong. Tolonglah, jangan mengusikku," ucapnya geram serta menunjuk pintu utama seakan menyilahkan Vee untuk keluar dari rumahnya.
Vee mulai gemas sendiri, sangat yakin jika ini tidak akan mudah. Ya tentu saja akan sangat sulit membawa Rose dengan tiba-tiba begini. Tapi mau bagaimana lagi, Vee tetap harus melakukannya.
"Kamu harus menurut padaku. Atau Lil-"
"Ganti saja kelaminmu jika kau terus mengancamku, tuan Vee."
Astaga, demi Tuhan Vee terpaku ditempat saat Rose mengatakan itu. Hello, jika Vee ganti kelamin bagaimana nasib Rose nanti. Jantung Vee berdesir, bisa-bisanya otak ranjang dibawa saat pertikaian seserius ini sedang di depan mata.
Oke. Sepertinya Vee memang harus mengatakan hal yang benar dan berhenti untuk bertele-tele. Pria itu merogoh ponsel yang berada di kantong celana triningnya. Menggulir layar sentuh yang berwallpaperkan Lily pitrinya, bukan Rachel lagi rupanya.
"Kamu tau siapa yang ada di gambar ini?" tanya Vee pada Rose saat menunjukkan gambar dalam e-mail yang dikirimkan James semalam.
Rose segera merebut ponsel milik Vee, karena presensi gadis kecil itu memang mirip seperti Lily, ya memang kenyataannya itu adalah gambar putrimu Rose.
"Lily?" ucapnya sedikit mendongak dan memincingkan mata ke arah Vee.
Sekarang giliran Vee yang menunjukkan gelagat menantang seakan pertandingan ini yakin untuk dimenangkannya. "Kamu tau siapa pria dewasa yang bersama, Lily?" tanyanya. Bukan bertanya maksudnya, tujuan Vee hanya untuk memastikan.
Rose menggeleng masih dengan kebingungannya, menatap layar ponsel itu kembali, membesarkan skala gambar yang nyatanya tak mampu ia mendapatkan jawaban, presensi kedua orang dalam layar itu hanya menampilkan punggung dan sekelebat wajah dari samping, gadis kecil sudah pasti Lily, tapi pria dewasa Rose tetap tidak mengetahui.
Vee meraih benda miliknya kembali, kemudian tangan dibawa untuk dilipat di bawah dada, matanya memandang Rose tanpa tatapan lega. Dugaannya benar, Rose tidak tahu apa-apa. "Robert Anderson, nama pria itu," terangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...