"Posisi masih lantai satu, Kak Haikal siap-siap retas."Haikal yang sedang mematung dengan wajah pucat pasi disisi penyuruh seakan tak mendengar. Antara takut dan takut, tidak ada pilihan, menolak bakalan hancur lebur alat elektroniknya atau berbagai ancaman lainnya membuntut di belakang, dan menurut bakalan hancur masa depan si Ujang di bawah sana, iya, seseorang menyumpahi akan menyunat ulang jika melanggar aturan akibat menuruti kata bocah disampingnya.
"Boleh aku terjun saja dari jendela sana." Haikal berbicara polos sembari menunjuk arah jendela di samping kiri.
"Beloh, silahkan." Seriangaian itu tercipta dibibir kecil lawan bicara.
"Ayolah Le. Kenapa tidak kau saja!!"
"Kalau aku sudah pasti ketahuan, Kak. Lagian Kak Haikal pakai nama abal-abal lah, nanti langsung aku hapus datanya biar nggak ketahuan."
Haikal pusing. Kenapa bocah ini selalu berputar-putar. Jika menuntut keahlian, jelas saja Haikal kalah talak. "Sama saja, Le. Sekalian pakai punya kamu, kenapa harus punya Kak Haikal."
"Pusing aku, Kak. Kalau langsung punya aku, Nyonya besar pasti tahu. Gimana to Kak Haikal ini. Lama-lama aku kirim Kak Haikal ke Jawa lagi ya."
Ancaman itu menakutkan. Di Jawa tempat lahir Haikal sama sekali tidak menyenangkan. Pemuda beranjak dewasa dengan umur 20-an itu korban bully dari pertemanannya karena tidak punya orang tua, yang akhirnya bertemu dengan seseorang yang membawanya ke tempat ini, nasib sial memang, disini pun ia di bully oleh bocah piyik banyak maunya, tapi untung digaji besar.
Haikal lemas tak berdaya seraya menyimpuhkan badan layaknya pengemis di jalanan, menyatukan telapak tangan memohon sebuah keringanan. "Le, kak Haikal nggak mau di sunat, Nyonya bakalan marah besar."
Bocah kecil itu menahan senyum. "Ya nggak apa-apa di sunat lagi Kak, punya Kak Haikal kepanjangan. Punyaku lebih pendek, biar kita samaan!!" ucapnya sembari menaik turunkan alis main-main.
Haikal mendadak suram. Ya pantas saja punya si kecil lebih pendek, toh nanti kalau sudah dewasa bakalan memanjang dengan sendirinya. Ya Tuhan. Kenapa majikannya ini begitu menyebalkan. Haikal selalu kalah, dan mulai detik ini, Haikal tidak akan membiarkan bocah ini masuk seenak jidat jika ia sedang melakukan ritual mandi, Ujang harus di jaga kelestariannya.
"Ini terakhir kalinya ya, Le. Setelah ini aku nggak mau main-main retas lagi, Kak Haikal mau hilang ingatan biar lupa sama ilmunya. Mending jadi budak saja."
"Dih, Kak Haikal, sejak kapan suka mengancam."
"Kamu yang ngajarin, Le." Jawabnya polos.
"Oke. Aku turutin nih. Kak Haikal jadi petani padi saja kalau begitu."
Oh. Tidak. Haikal bakalan tidak mau. Panas, gatal akan menjadi teman abadi jika berurusan dengan padi. Apalagi matahari yang menyorot tajam dari atas, sudah berkulit hitam, tambah hitam lagi. Apa kata gebetan kalau Haikal berwajah kusam bak pantat panci kurang gosokkan.
"Atau, Kak Haikal mau ja......"
Pasrah. Hampir saja Haikal mengangkat ipad yang ada ditangannya sebelum seseorang yang baru keluar dari kamar hotel yang mereka tempati menghampirinya. "Kau tidak harus menuruti...Le ada telepon untukmu." Dilan memberikan ponsel pada bocah cilik bernama Leon yang sejak tadi memimpin obrolan, lalu Dilan juga merampas ipad dari tangan Haikal.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...