Lily dan Leon sudah sarapan, sudah mandi dan wangi juga. Rencananya hari ini Lily akan ikut Rose pergi ke cafe, entah apa yang akan dilakukan anak gadis Rose itu, sedangkan untuk Leon, lihat saja, mana sempat ia pergi untuk bermain, daripada waktunya terbuang sia-sia, lebih baik Leon pergi ke kantor saja, kantor ayahnya, Vanteo Company."Kak Leon nggak capek? Hari minggu istirahat lah, main bareng Lily dan Sean di cafe mommy."
Leon memincingkan mata, "No!! Bermain hanya untuk anak kecil."
"Jika kak Leon lupa, umur kita hanya berjarak lima menit saja, nggak usah songong."
Leon mengabaikan protes yang Lily berikan, ia sibuk menyiapkan laptop dan alat-alat lainnya sebelum Yogi datang menjemputnya.
Lily menunggui ibunya sembari bersandar diri di sofa. Ia melihat ke keliling rumah, dan ia baru ingat dengan kucing yang belum disiapkan makanan, singkat cerita, dua bulan yang lalu James memberi Lily kucing jenis Simase dengan warna hitam kecoklatan persis di titik wajah, telinga, kaki dan ekornya, sangat menggemaskan.
Bangkit dari sofa, Lily berjalan ke arah bawah tangga, disana ada lemari kecil, lalu gadis itu membukanya, menyiapkan sedikit sereal di wadahnya, Lily membawanya ke halaman belakang.
"Meyoong, mami datang."
Sangat menggelikan di telinga Leon, berkali-kali kakak Lily itu menegur, jangan membiasakan diri mengajari kucing untuk memanggil mami, jika Lily yang jadi mami lalu diapa papi nya, dengan tegas Lily menjwab 'James Uncle' dan itu semakin membuat Leon ingin sekali melipat adikknya lalu disimpan di kantung celana, satu kekawatiran Leon, jangan sampai Lily jatuh cinta kepada James.
"Adek, ayo berangkat."
Lily mendengar seruan itu saat tangannya mengelus bulu si kucing, hah, Lily baru ingat jika ia belum memberi nama untuk peliharaan barunya, nanti saja tanya James Uncle, pikirnya.
"Mom ayo."
Rose mengamati Lily dengan seksama, bagaimana perubahan wajah Lily sudah mulai terlihat. "Adek, kok makin lama mirip mommy ya?"
"Kan Lily memang anak mommy, beda cerita kalau Lily anak mbak Asih."
Rose menjadi gemas sendiri lalu mencubit pipi Lily. "Dulu kamu itu bikin gemes lho dek, kok sekarang cantik sih, mommy takut kalah saing."
"Tenang mom, Lily nggak akan rebut daddy dari mommy kok, selera kita beda." Jawab gadis sepuluh tahun itu, masih kecil sudah paham tentang selera.
Melihat Rose yang terdiam, Lily baru saja ingat jika mommy nya itu sangat sensitif jika membahas soal Daddy, nah benar bukan, "Mommy jangan nangis dong, Lily janji deh, kalau daddy pulang, sepenuhnya daddy milik mommy, seharian penuh, dihari pertama Lily nggak akan ganggu."
Rose tiba-tiba tersenyum, mengusap air matanya, lebay sekali pikirnya, tapi mau bagaimana, ia benar-benar merindukan Vee, rasanya sampai sesak di dada, kapan sih pria itu pulang?
"Udah ayo berangkat, udah cukup siang buat buka cafe."
Rose memasuki mobil yang sudah disiapkan oleh pak Sam, dan Lily juga sudah siap untuk duduk disamping ibunya, "Adek, pakai sabuk pengamannya, kebiasaan ih."
"Oke mom." keduanya pun tak begitu lama berangkat dan meninggalkan rumah dengan klakson dibunyikan dua kali, dan dari arah pintu rumah, Leon melambai.
7 bulan sudah Rose menjalani hidup tanpa Vee, sedih, sangat menyedihkan jika mengingat satu bulan bagaikan seumur hidup, Rose rasanya harus minum obat tidur setiap hari dan berangan-angan di saat pagi ada Vee yang tidur disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...