8. Orange Ball

1.9K 352 6
                                    

Sudah dua hari Rose masih mendekam di kamar sakit di salah satu Rumah Sakit yang bisa dibilang paling besar di Indonesia. Entah apa yang terjadi pada tubuhnya sehingga lama pulih dari kondisinya. Namun, dia lega ada Laura yang siap sedia menjaga putri semata wayangnya walaupun diawal sangat sungkan karena pasti merepotkan.

Laura memang sangat dekat dengan Lily, tahu betul apa yang selalu diinginkan dan disukai gadis itu meskipun bukan anaknya sendiri.

Seperti pagi ini, sangat ribut, Lily berkali-kali mengomel kala jam tangan kesayangannya hilang entak kemana, dicuri kucing tetangga mungkin, pikirnya tidak logis.

"Auntie, apa kucing doyan makan jam tangan ya?" tanya Lily polos.

Laura terkekeh. "Auntie tidak yakin kamu ini benar-benar cerdas, Lily," jawabnya yang masih sibuk dengan rambut-rambut gandis berpipi gembul itu.

Pagi ini Laura ingin membuat rambut Lily terlihat rapi dengan mengepangnya menjadi dua, hingga langkah terakhir membuat cemolan—so cute.

"Auntie meragukanku ternyata, aku hanya bercanda," jawabnya jujur sok dewasa.

"Nanti Auntie bantu cari deh. Lily sekolah dulu, Auntie pastikan sepulang sekolah jam tangannya sudah ada," janji Laura meyakinkan.

"Tapi, Auntie akan mengantarkanku 'kan?"

"Tentu saja sweety," jawab Laura. "Nah selesai, ayo sarapan, pagi ini Auntie membuat menu spesial buat kamu."

***

"Lily beri aku formula gold dong," rengek Sean kala mereka sedang duduk di lantai lapangan basket dengan kaki disilangkan kedepan sembari menunggu Coach basket yang tak kunjung datang.

Disana tidak hanya ada Lily dan Sean saja. Sebagian anak-anak lainnya ada yang sibuk dengan petandingan one-by-one memperebutkan bola orange sebagai pemanasan. Ada juga yang saling mengobrol seperti dua anak kecil berbeda kelamin ini.

"Apa imbalanku?" tanya Lily santai yang masih sibuk dengan ponsel milik Sean, Lily sedang bermain game rupanya.

Secercah harapan berada ditangan Sean, matanya berbinar. "Apapun yang kamu mau." berharap Lily akan terbuai karena tawarannya.

"Kalahkan aku dulu di duel VIP," tantang Lily.

Gadis itu masih sibuk dan berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih hasil pinjaman dari Sean. Harapan Sean luntur seketika, gadis seperti Lily tidak bisa diremehkan memang. Sean berdecak sebal, mana bisa Sean mengalahkan Lily yang notabennya adalah peraih peringkat tertinggi di game yang sedang marak di kalangan Dunia itu.

"Apa kamu bercanda?"

"Aku tidak mau cuma-cuma memberi formula gold padamu, kamu sudah mengalahkanku di permainan basket. Kamu juga harus mengalahkanku di permainan ini." tantang Lily dengan menggoyangkan ponsel milik Sean.

Lily pendendam rupanya—menakutkan, Sean bergidik ngeri.

"Kamu ini pelit sekali padaku, aku selalu iri pada papa yang selalu kamu beri dengan cuma-cuma." diakhiri decakan sebal, Sean menaruh bulatan pipinya pada telapak tangan yang bersandar di lutut yang ditekuk.

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang