Rose mengoyak isi etalase dengan matanya. Sembari tersenyum, sorotnya menatap berbagai kue yang sudah di desain sangat indah di dalam sana. Hari ini, Rose akan membelikan kue khusus untuk Lily; seperti biasa, mencari kue dengan coklat yang menumpah ruah diatasnya. Beruntung, hari ini sangat banyak stok yang sesuai kriteria kesukaan putrinya.
Tempat ini begitu sunyi dengan musik lirih mengiringi. Suasana hati Rose sangat buruk jika melihat dari kilat matanya. Hidupnya terusik lagi dengan hanya melihat Vee yang beberapa kali berhadapan langsung di depan matanya.
Mengingat lagi, dua hari yang lalu saat Jaeko menerima telefon dari Vee dengan raut mengawatirkan juga membuat Rose kalang kabut memikirkan. Berbagai spekulasi mengerubung tidak jelas dalam benaknya. Ingin acuh namun jujur wanita itu tidak bisa.
Rose melihat sebentar jendela kaca dengan bingkai kayu di samping kanan. Melirik sebentar cahaya malam yang semakin merenggut warna bumi. Waktu hampir jam sembilan malam kala pandangannya berpindah pada jam dengan bentuk kotak terpajang di dinding ruangan. Rose harus cepat-cepat pulang mengingat tiga jam lagi putrinya akan bertambah usia.
Saat Rose ingin memanggil pelayan, suara dentingan pintu berbunyi, menandakan ada customers lain mengunjungi. Tidak begitu lama, presensi seorang wanita pemilik rambut pirang yang nampak mengkilau hadir dalam ruangan. Rose semula tidak berminat walau untuk sekelebat melirik bayangannya. Namun, kefamiliaran yang terpancar mengoyak hatinya hingga sakit menjalar di sekujur tubuhnya.
"Zara," lirihnya, walau tidak terdengar oleh siapapun. Wanita bernama Zara yang sudah tepat dihadapannya tersenyum dengan ramahnya.
"Hai, Rose. Kebetulan sekali kita bertemu disini. Bagaimana kabarmu?"
"Like shit." Rose mengumpat dalam hati dengan sudut bibir tertarik keatas merespon sapaan yang sangat luar biasa diluar dugaan.
Zara tidak begitu mendapat respon dengan ungkapan kata. Berbelok arah, mendapatkan semacam ide yang ingin sekali diungkapkannya. Sebenarnya, wanita ini juga sangat terkejut mendapti Rose tanpa rencana. Seakan Tuhan sudah mentakdirkannya.
"Aku tidak tau kau sudah kembali ke Indonesia Rose. Aku tau saat melihat kau dan putriku di depan layar kaca. Sungguh suamiku itu tidak membicarakan dulu padaku," ungkapnya berlebihan dengan diiringi tawa renyah yang memuakkan bagi Rose.
Di masa lalu mereka memang tidak pernah bermasalah. Wajar jika saat ini semuanya terlihat normal-normal saja. Rose menyadari memang Vee-nya yang tidak begitu mencintainya, melainkan Zara lah yang selalu ada dihatinya. Pikir Rose, kedua orang itu hanya terjebak dalam ikatan persahabatan dan tidak menyadari saling menyimpan perasaan. Hingga mereka mungkin tahu, lalu memutuskan untuk membuat ikatan pernikahan.
Rose melebarkan ranumnya hingga tampak seperti orang yang kelewat senang. "Kabarku baik Zara. Putrimu sungguh manis dan sopan. Beruntung kau memilikinya." Rose menimpali dengan gugup yang sangat mendera kebebasannya. Walaupun begitu, ia adalah pemain ulung dalam sandiwara. Jadi, jangan meragukan kemampuannya.
Zara terkekeh mendengar penuturan itu. "Aku dan suamiku mengajarinya dengan baik, kami sangat bangga memiliki putri seperti dia. Tapi ayahnya terlalu memanjakannya asal kau tau, Rose." ucapnya berakhir dengan gelengan kelewat bangga, mencoba menunjukkan betapa harmonisnya keluarga besar Bellamy yang terkenal seantero Indonesia itu.
Rose muak, sungguh muak. Zara seperti mencoba menyalakan api di atas kepala Rose dengan cara yang sangat halus, dan tepuk tangan untuk Zara karena aksi mulusnya berhasil membakar wanita di depannya sampai hangus.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...