Suhu dingin di pagi hari menyeruak menelungsupi ruang bernuansa merah maroon yang selama sebulan ini telah dihuninya. Bahkan, matahari pun juga belum mau memunculkan sinarnya sebagai penghangat, Rose merasa sangat dingin sampai lapisan tulangnya.
Rose meremat baju bagian depan dada. "Kenapa dadaku sakit sekali."
"Ya Tuhan kenapa kau menyiksaku, kenapa aku sangat merindukan dia," ucapnya lirih sembari mengelus dan menepuk-nepuk pelan dadanya yang menyesakkan.
Semakin hari wanita berparas cantik ini tidak merasa lebih baik, justru ia semakin tersiksa walau harus rapat-rapat untuk menyembunyikan agar tidak muncul ke permukaan.
Sebulan lamanya setelah pindah dari Australia ke Negara ini. Suasana Jakarta seakan membawanya kembali ke kenangan menyakitkan yang pernah di alaminya waktu dulu; sebuah penghianatan terbuka lebar dimatanya, penghancur kepercayaan yang sangat handal talak membuat hidupnya berantakan.
Jiwa itu telah mati, tidak bisa merasakan cinta dari siapapun yang mencoba memasukinya. Sebenarnya, kebaikan hatinya membuat orang tidak mampu untuk menyakitinya, paras cantikknya membuat orang selalu ingin mendekatinya, namun cinta yang dijaganya dulu justru mampu membuatnya menutup hati saat itu juga.
Rose meringkuk pilu dibawah selimut, tak habis-habisnya membayangkan wajah tampan tambatan hati yang beribu-ribu kali ingin dimusnakan dari bumi. Namun Tuhan sangat kejam padanya, sampai tak mengijinkan walau sedetikpun memburamkan ingatan.
Rose menyibak selimut, berdiri dan berjalan terhuyung menuju kamar mandi. Tubuh dengan buntelan piyama hitam itu bersandar pada tembok dalam bilik, tangan kanannya memutar kran hingga air dingin berjatuhan dari shower.
Rose bersimpuh bersamaan dengan memeluk lutut, tubuhnya basah kuyup, ia mencoba untuk melupakannya, tentang dia.
Sayang, aku ingin punya anak lima.
Percuma.
Ingatannya kembali lagi ke masa lampau dimana bibir kekasihnya dulu dengan kekanakannya meminta hal yang menurutnya sangat menggemaskan jika didengar.
Anak lima? Jika saja semua berjalan dengan semestinya, sisanya bisa diusahakan.
Sore dulu; masih sangat terpatri jelas di memori, Rose membawa malaikat kecil, buah dari tanda cinta yang baru berkembang sangat imut di dalam perutnya yang masih rata. Sampai kenyataan yang dilihat membunuhnya perlahan, orang yang seharusnya menjadi sosok pahlawan dari janin itu tengah mengucap janji suci dengan wanita lain di ujung dalam sebuah gedung pernikahan.
"Aku membencimu, Vee. Sangat membencimu," ucapnya parau ditemani gemricik air disela rangkuman peristiwa bak film yang berotasi secara otomatis.
Vee dulu sangat berarti, tapi nyatanya saat ini pria itu satu-satunya bisa membuat Rose hancur berkeping-keping, pria itu pula yang membuat Rose akhirnya menutup hati untuk orang lain. Bahkan, bayangan Vee saja tidak mampu menghilang dari pandangan.
Vee telah handal membuat Rose berantakan.
Bagaimana?
Rose tidak bisa berbuat apa-apa selain rela hatinya merindu pun membenci dalam bersamaan.
Jika bisa memilih. Sudah sedari dulu ia berpaling ke pelukan pria lain. Tapi nyatanya hati menolak sangat tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...