52. Jeda atau Berpisah

668 136 16
                                    


"Aku butuh jeda."

"Maksud kamu?"

"Vee." Rose semakin mendekat untuk berbicara lebih serius. "Ayo kita akhiri, aku mau kita pisah." ucapnya detik itu juga.

Keduanya berada di hotel, menempati kamar di lantai 20. Jangan salah paham, Vee dan Rose bermaksud untuk berkemas karena sebentar lagi akan pulang ke Indonesia.

Rose pun Vee tak bisa membiarkan Lily khawatir karena kepergian Rose yang mendadak ke negara ini tak dibicarakan terlebih dahulu kepada putrinya. Keduanya ingin membawakan Leon sebagai hadiah, dan bocah laki-laki itu pun antusias meskipun gugup bukan main sedang melandanya. Lantas tak mau membuang waktu, Leon segera mengemas barang seperlunya, sisanya biar besok saja dibereskan oleh Dera.

Vee mundur selangkah saat Rose berusaha semakin mendekat lagi ke arahnya. "Aku nggak ngerti maksud kamu? Bahkan kita belum memulai? Lalu apa yang mau diakhiri?" tanyanya.

Disaat keadaan yang semula kacau dan berakhir menjadi baik. Kenapa Rose seakan-akan membuat benteng tinggi lagi. Vee bahkan sudah punya angan-angan kebahagiaan di masa depan nanti.

Vee butuh alasan yang pasti.

Bukankah mereka sudah mendapatkan Leon lagi?

Bukankah kebahagiaan mereka sangat utuh untuk saat ini?

"Aku nggak bisa, Vee."

Vee melihat penuh pada manik mata kelewat serius milik wanita di depannya, sedikitpun tidak ada lelucon di dalamnya. "Aku butuh alasan. Terakhir keadaan kita baik-baik saja, Rose. Apa yang kamu tidak sanggupi?"

Rose tertawa miris, ia memberi jarak, lalu membuang tangan ke udara, seolah-olah Vee lah objek yang sedang ditunjuk olehnya. "I think we have to see things for what they are. Kacau, dan itu tidak baik untuk anak-anak."

"Aku?" Tanya Vee menunjuk dirinya sendiri bersamaan telapak tangan yang menyentuh dada. "Membuat kekacauan?"

Rose mengangguk. "Sampai kapan gangguan berhenti? Aku rasa kita nggak akan bisa tenang jika terus bersama."

Giliran Vee yang tertawa miris. Jeda delapan Tahun tidak cukup kah untuk keduanya? Bahkan ini tidak lebih parah dari yang dilakukan Zara disaat pertama.

"Kamu nggak percaya aku bisa ngendaliin semua?"

"Setelah yang terjadi terakhir kali kamu masih bisa percaya diri? Leher kamu jadi bukti."

Rose marah. Tentu saja. Mungkin saat dirumah sakit tadi ia masih bisa menahan emosi, atau mungkin orang yang berada disana tak menganggap serius ancaman Rose yang ingin memotong leher Vee.

Cemburu?

Bisa dibilang begitu.

Tapi rasa khawatirnya tidak sebatas rasa sakit di dada saja. Rose lebih menaruh besar tanggung jawab untuk menjaga anak-anaknya dari segala derita, bahaya dan rasa beban keluarga. Rose tidak ingin Lily dan Leon terusik media masa di luar sana.

Vee Kanesh Bellamy seperti sebelum-sebelumnya adalah pria yang sangat terkenal untuk diliput kehidupannya.

"Kamu serius?" Vee mencoba acuh dengan pembahasan bekas merah pada lehernya dengan menanyakan topik lain. "Kamu yakin bisa tenang, atau mungkin bahagia tanpa aku........lagi?"

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang