Jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam, namun Vee masih belum beranjak dari duduknya di ruangan kerja. Pria itu lantas melepas kaca mata yang membingkai wajahnya.
Vee tersenyum geli saat mengingat pertemuannya dengan Lily yang tak terduga ternyata tahu jika ia ayahnya. Perasaan gembira sontak merubung hatinya, harinya total berubah menjadi sempurna meski Rose saja mungkin masih belum bisa memaafkannya.
Berbicara tentang mantan kekasih sekaligus ibu dari putrinya itu. Vee tidak tahu harus berbuat apa. Malu untuk menunjukkan muka, tapi terlalu rindu juga.
Pantaskah Vee untuk dimaafkan?
Pria itu mengaku jika dirinya patut dihukum saja.
Penyesalan memang selalu datang di akhir, jika takdir hidupnya seperti ini, Vee hanya ingin meminta satu hal, biarkan dia membahagiakan putrinya di sisa akhir hidupnya, kalau bisa Rose sebagai bonusnya.
Ngelunjak!
Ya biarkan saja!
Orang bebas punya pikiran seperti apa.
Vee malu sendiri dengan keinginan konyol terlebih tak pantas untuk didapatkannya, bahkan sangat tidak adil jika Rose memaafkan dirinya begitu saja. Vee ingin mendapatkan balasan yang pantas untuk ia terima sebagai ganjaran.
Suara ponsel tengah malam begini sungguh mengganggu, tapi jika si James yang tertera jelas di panggilan itu, mana mungkin Vee mengabaikan, siapa tahu ada sesuatu. "Ada apa?" jawab Vee saat benda hitam persegi panjang itu menempel di daun telinganya.
"Ada apa dengan Kenzo?" Vee mengerutkan keningnnya, seolah menunjukkan ekspresi tak mengerti. "Mafia berada di klub-nya?" tanyanya.
Vee diam sejenak mendengarkan dengan serius apa yang diucapkan James lewat panggilan suara. Alisnya menukik sebelah, seolah pembicaraan ini tak seharusnya masuk dalam kategori yang harus dibahasnya.
"Masa bodoh dengan mereka, Jam. Aku ingatkan, jangan pernah berurusan dengan mafia. Apapun yang terjadi, mereka beda ranah dengan kita. Biar keamanan Negara yang menuntaskan!" jelas Vee tegas memperingati.
Sekali lagi, Vee adalah pembisnis yang bersih, tak sekalipun dalam hidupnya berurusan dengan hal kotor hanya untuk keuntungan dalam mencari uang. Harta yang ia punya takkan kurang hanya untuk memenuhi kebutuhan.
Tidak jarang orang mencoba menghasut Vee untuk terjun ke hal kotor; contohnya bekerja sama dengan mafia, keuntungan sudah pasti akan luar biasa besar. Tapi, sorry saja, Vee tak butuh itu semua. Soal dampak menjadi alasan utama juga, berurusan dengan orang nekat bisa saja memgancam keselamatan keluarga. Vee masih punya ibu yang harus dilindungi meski tak pernah mau menemuinya, juga dulu punya Rachel yang dianggap putrinya.
"Apa katamu?"
Mata Vee memerah, tangannya mengepal, marah dan emosi sudah menguasai dirinya. "Selidiki, jangan sampai lolos. Aku akan meminta bantuan Bang Yogi."
Belum juga Vee menutup panggilan itu, sepertinya James masih meenjelaskan sesuatu. "Aku tidak peduli, yang namanya mafia tidak ada yang bersih, Jam," jelasnya.
Kepalan semakin kuat sampai buku-buku jari Vee memutih, giginya gemelatuk, sosok iblis dalam diri Vee kembali lagi, nafsu pemangsanya sudah aktif total.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUDDLE
Romance"Waah, hadiah di pertemuan pertama dengan satu tamparan, bukankah ini keterlaluan," racau Vee. "Harusnya kau menciumku, atau bagaimana kalau kita di ranjang saja, bukankah kau ahli untuk urusan seperi itu, Nona Rose?" Rose tercekat bagai menelan dur...