9. Ingatan Menyakitkan Vee

2K 342 18
                                    

Rose Alyne-Rose Garden

Dihari yang sangat redup, dan penguasa matahari pun sepertinya sangat enggan hanya sekedar memberikan sedikit sinarnya pada bumi yang sangat malang ini.

Entah kenapa pria dewasa yang tampak menawan dan rupawan dengan buntelan coat cream bisa terdampar di suatu tempat yang menurutnya sangat ia benci, namun hatinya ingin sekali mengunjungi.

Duduk di kursi kayu yang melintang dipinggiran taman, memandang lurus kedepan menyaksikan bunga-bunga yang sedang bergoyang karena terpaan angin kencang. Dingin ini terasa menusuk tulang. 

Dan Vee, seorang diri sedang berkelana jauh di dalam ingatannya tentang wanita yang biasa disebutnya—Jalang.

"Kau selalu menyebutnya jalang, tapi kau tak pernah lupa tempat ini, lalu apa, kau juga yang membuatkan ini semua."
Intrupsi dengan nada datar mengoyak ingatan Vee untuk kembali ke asalnya. Vee tidak ingat sejak kapan pria berkulit pucat disampingnya itu mulai mendudukkan bokong disebelahnya.

"Kau, Bang. Sejak kapan kau ada disini?" tanya Vee setelah tau persis siapa pemilik suara itu.

Yogi tersenyum miring. "Sejak tatapanmu kosong memandang bunga kesayangan," jawabnya dengan seutas senyum mengejek 
"Ck. Jangan mengejekku, Bang," pinta Vee sedikit angkuh dan memaksa.

Yogi berdecak hingga mengelengkan kepala. "Tetap saja kau keras kepala, Vee. Kau dulu terlalu naif dan masih muda, seharusnya tidak dengan mudahnya menerima semuanya tanpa kau saring benar tidaknya."

"Ayolah, Bang. Jalang itu bergelut di ranjang dengan si brengsek yang selama ini diakuinya sebagai sahabat, betapa bodohnya aku yang terlalu percaya padanya. Video itu sudah cukup menjadi bukti." Vee tersenyum miris dengan nasibnya.

"Bukankah kau juga berengsek! Lalu apa bedanya? Kau juga berakhir di ranjang dengan Zara sahabatmu sendiri," lantang Yogi mengingatkan.

"Bang, berkali-kali aku katakan, kasusnya berbeda. Aku tidak ingat sama sekali apa yang terjadi malam itu. Aku kalut, aku sepertinya mabuk." Vee sampai berdiri karena tidak terima, jangan lupakan matanya yang tak luput menyorotkan intimidasi terhadap Yogi.

Yogi meringis dengan kepala tertunduk, haruskah dia mengatakan kepada pria yang sedang berdiri dihadapannya tentang semua yang ada diotaknya saat ini?

Yogi mendongakkan kepala guna menatap tajam mata lawan bicara. "Apakah alkohol dapat menghilangkan ingatanmu untuk selama-lamanya? Bahkan alat canggih dari dokter psikolog profesional tak mampu mengembalikan ingatanmu!! Sungguh Lucu-,"

Yogi menggeleng sejenak. "Kalau ada alkohol jenis itu, bisa kau beri padaku? Aku akan mencobanya!" Yogi melanjutkan pembicaraan yang sama sekali tidak dipahami oleh Vee.

Vee menatap Yogi dengan skeptis. "Apa maksudmu, Bang?"

"Vee, apa perlu aku ingatkan juga. Rose-."

"Jangan sebut namanya," potong Vee.

"Oke, oke. Wanita itu, sangat terpukul saat kegadisannya kau ambil, namun kau juga melihat sendiri 'kan, dari tatapan mata tulusnya, dia juga bahagia karena kau yang merampas itu semua, karena kau laki-laki yang sangat dicintainya." Penuh penekanan disetiap kata yang diucapkan Yogi.

Vee tercekat, tenggorokannya seperti digorok, pita suaranya pun dirampas sehingga tidak mampu berkata-kata—sangat miris sekali lagi.

"Aku tidak yakin dia melakukan hal senekat itu untuk ditiduri laki-laki lain. Setidaknya saat ini pakailah akal sehatmu. Sampai kapan kau akan terus begini. Pria menyedihkan."

Sepatah demi sepatah kata yang diucapkan Yogi tidak lebih dari umpatan bagi Vee. Dari dulu, Vee memang selalu tidak bisa berhadapan dengan orang ini.

"Kalau memang semuanya tidak benar, kenapa dia tidak pernah menemuiku?" ada nada tersirat harapan didalamnya.

CUDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang