1. Bintang Bersinar

3.4K 218 53
                                    

Gadis itu mengibaskan tangan nya dengan kasar, menggeram kesal karna terik matahari begitu menyengat kulit putih nya.

"Shhh, Lama banget." Laveder mengeluh, membuat Bintang tertawa kecil.

"Takut banget item si, dasar cewe!" Alamanda menyahut dengan ketus, melirik kearah Lavender malas.

"Yeh! Emang gue Cewe, emang lo? Waria!"

"Dih!—"

"Manda, Lave diem kek! Nanti kalo ketahuan kalian bisa kena marah!" Kenanga menengahi. Mata nya mengarah pada kedua orang teman nya yang memang sering bertengkar.

"Dikit lagi juga selesai. Tinggal pengumumam-pengumuman doang kok ini!" Gadis yang akrab di sapa Kena itu berujar.

"Penguman-pengumuman apa coba, palingan tentang anak-anak yang menang lomba!" Lave membeo, mata nya menoleh kearah Bintang.

"By? Minggu kemarin lo abis menang lomba Kimia kan?"

Yang di tanya menatap kearah Lave, mata nya menyipit saat sinar matahari menyorot wajah nya yang sebagian tertutup pet topi.

"Iya." Jawab nya pelan.

"Berarti nanti lo bakal di panggil—"

"DAN YANG PALING MEMBANGGAKAN ADALAH, JUARA SATU OLIMPIADE SAINS SE-DKI JAKARTA! DI MENANGKAN OLEH– ANANDA RASI BINTANG AQUILA DARI KELAS SEBELAS ALAM SATU!"

Mereka serempak menoleh pada Bintang, berbisik kecil memberikan selamat atas prestasi yang ia raih.

"UNTUK BINTANG, SEGERA MAJU KEDEPAN."

"Sana By!"

"Congrats Star!"

"Selamat Bintang!"

Bintang tersenyum kecil, melangkah menghampiri sumber suara. Tangan nya menerima piala yang sebentar lagi akan ada di antara piala-piala kemenangan nya yang lain di rumah.

"Selamat ya Bintang, kamu emang paling hebat. Pasti Pak Angkasa dan Bu Mentari bangga punya anak seperti kamu."

Gadis itu tersenyum sopan, mengangguk kecil. "Makasih Bu. Ini juga berkat ibu yang selalu sabar ngajarin saya."

"Kamu bahkan sudah ngerti materi nya sebelum ibu jelasin." Enzim berucap pelan Guru kimia itu mengelus surai hitam Bintang dengan lembut.

"Tetap jadi Bintang yang bersinar ya? Jangan sampai prestasi mu meredup."

Bintang mengangguk, "Doain saya ya Bu, biar bisa terus di banggain. Biar istilah Bintang jatuh. Itu gak pernah ada di dalam hidup saya."

"Ga papa ada, nanti kalo kamu jatuh. Saya ga tolong–" Enzim terkekeh kecil. "Tapi saya buat permintaan."

"Bu Enzim, Bintang! Mari saya foto dulu." Dedi berucap sopan, guru bahasa itu mulai mengarahkan kameranya ke arah Mereka berdua.

"Satu, dua, klik!"

Bintang menoleh pada Enzim, "Pagi ini saya ada ulangan Sejarah. Saya duluan ya bu?"

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang