35. Soy Sauce Or Sauce

1.2K 126 3
                                    

"Bintang–" Mentari meringis kecil, menatap lebam sang anak yang jelas tercetak di wajah Bintang yang putih.

"Ini kenapa?"

"Bintang tadi di jahatin sama orang tante." Bukan Bintang, namun Altair yang menjawab. Menatap Mentari sopan.

"Kok bisa? Kamu gak pulang sama Bulan? Gak bareng sama Langit?"  Mentari melirik kearah Bulan dan Langit yang nampak merasa bersalah.

Yak! Kedua nya memang salah.

Bintang menggeleng, "Cece lagi pergi sama Mas Juni, Koko pulang Bareng ka Senna. Aku tunggu Pak Sur hampir satu jam gak dateng-dateng trus—"

Ia menghelanfas kasar, saat ingatan tentang Nata yang berlaku kasar pada nya kembali melintas, tamparan, hinaan bahkan cekikan hingga nafas nya habis kembali terlintas.

"Nata dateng." Bintang berucap. "Untng ada Altair yang nolong aku."

"Nata?" Langit nampak menggeleng tak percaya. "Lo diapain sama Nata? Dia masih berani masuk kawasan kencana?"

"Nata itu siapa?" Mentari bertanya dengan mimik penuh kebingungan.

"Dia yang waktu itu berantem sama Lo kan Lang?" Bulan berucap. "Yang jadiin Bintang bahan taruhan–"

"Bahan taruhan?" Lagi Mentari bertanya. "Bahan taruhan apa, Bintang?" Wanita itu nampak tak terima.

"Ituh loh mah yang–"

"Udahlah." Bintang mencicit kecil, "Gak usah di perjelas. Itu juga kan udah yang lalu-lalu."

"Gak bisa gitu lah By! Mamah gak terima ya? Kamu Mamah sama Papah besarin bukan buat–"

"Mah–" gadis itu menggeleng. "Aku cape, mending sekarang kita makan."

Bintang melangkah masuk, menarik Altair untuk ikut dengan nya.

"Altair mau makan malam di sini juga kan? Itung-itung sebagai rasa terimkasih karna udah nolong Bintang Kami.'

Lelaki itu menoleh menatap Mentari yang bertanya, beralih melirik Bintang.

Ia mau, namun ragu. Takut-takut Bintang kembali menolak nya seperti saat itu.

"Apa? Lo juga belum makan kan?" Bintang berseru saat tau Altair melirik nya. "Yuk makan dulu."

Lagi, untuk yang kedua kali– ah tidak untuk yang berkali-kali nya Bintang membuat Langit melambung tinggi hari ini. Dan ia berharap esok tak di jatuhkan kembali.

"Boleh?"

Gadis itu mengangguk. "Ya, tapi nanti kalo udah selesai nyuci piring."

Tuh kan!

~•~

Makam malam kali ini terasa berbeda karna ada Altair di sana, sesekali bercerita, sesekali tertawa. Mereka hanyut dalam bahagia.

"Ih serius, dari semalem tuh Altiar gegana banget Mah. Nyebut-nyebut nama Bintang."

Langit berujar keras, tak memperdulikan wajah Altair yang memerah karna malu.

Ngomong aja terus! Orang nya pulang kampung.

"Apasi Lang! Engga tant boong!" Ia menggeleng cepat.

"Ngaku aja si Al." Bintang ikut menyahut, mengibaskan rambut panjang nya dengan keanggunan.

"Gue kan emang cantik, pasti lo kelepek-kelepek kan?" Ia tertawa kecil.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang