64. Release

1.4K 119 28
                                    

Hari ini sudah hari ke tiga Bintang tak ada kabar, tak masuk sekolah, bahkan tak membalas pesan yang ia kirim untuk gadis itu.

Bohong bila Pluto tak merasa khawatir, karna sekarang rasanya satu hari tak melihat wajah Bintang, lelaki itu terserang rindu yang begitu besar.

Ia melirik kearah plastik bening berisi kue cubit setengah mateng yang tadi sempat ia beli, kue cubit yang seingat nya menjadi langganan Bintang.

Lagi, tangan nya memencet bel untuk yang ketiga kali. Karna sejak tadi gerbang hitam yang ada di hadapan nya belum juga terbuka. Rumah Bintang benar-benar terlihat kosong.

Krek!

Pluto menoleh saat pintu kecil gerbang terbuka, tak lama memunculkan kepala Tata di sana. "Loh Mas Pluto ya? Cari siapa mas?"

"Bintang." Ia mencicit kecil, tersenyum sopan.

"Oh– Dek Bintang nya gak ada."

"Kemana?" Tanya Pluto heran, karna agak nya yang menghilang bukan hanya Bintang. Namun Langit, Bulan, Angkasa dan Mentari pun nampak tak terlihat.

Tata terdiam sesaat, menimang apakah Pluto dapat ia percaya?

"Maaf mas–"

"Saya Pacar nya Bintang Bu," Lelaki itu menjilat bibir nya yang kering, merasa cukup aneh saat ia mengatakan bila Bintang adalah kekasih nya.

"Saya berhak tau di mana Pacar saya berada sekarang."

Tata menghelanafas pelan, mengangguk mengerti. "Dek Bintang ada di RS—"

"Siapa yang sakit?"

Wanita paru baya itu terdiam sebentar.

"Bintang?" Tanya Pluto saat Tata tak juga bersuara.

Melihat wanita parubaya yang ada di hadapan nya mengangguk membuat perasaan Pluto resah seketika, "Di rumah sakit mana?"

"Kencana–"

"Makasih Bu, saya permisi." Pluto bergegas pergi, berjalan menaiki Jeep putih yang sebelum nya ia parkirkan di dekat rumah Bintang.

Dada nya perpacu dengan hebat, Bintang pasti akan baik-baik saja kan?

"By– Jangan sakit, gue gak suka."

~•~

Langkah nya berjalan pelan berniat menuju ke Cafetaria karna merasa haus, tubuh nya juga terasa lelah karna berjam-jam duduk di atas kursi. Menemani Aurora yang habis menjalani kemoterapi.

Tak tega rasanya meninggalkan Gadis itu yang terlihat kesakitan, Altair benar-benar merasa bersalah saat ingat nya terlempar pada masa lalu.

Saat ia merasa bila Aurora teramat jahat, hingga menimbulkan kekecewaan juga dendam yang menyelinap masuk tanpa izin kedalam dada dan kepala.

Saat Altair menekankan diri untuk mejadikan Bintang pelampiasan yang tentu akan melukai hati Aurora juga.

Mata nya terpejam sesaat, namun sial nya ia malah jatuh cinta. Rasa sayang nya pada Bintang menyeruak tumbuh subur di dalam dada.

Altair memiliki rasa bersalah dengan semua orang, dengan Aurora yang sempat ia benci, walau gadis itu jelas tak bersalah.

Dengan Bintang yang awalnya ia dekati hanya untuk membalas dendam nya dengan sang masalalu. Karna Ia tau, Luka Bintang akan menjadi Luka juga untuk Aurora, bahkan luka bagi keluarga Kencana.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang