76. Komunikasi

1K 108 25
                                    

Mentari menggigit kuku nya dengan resah, waniat itu bahkan tak berhenti berjalan kesana kemari karna terlalu khawatir.

"Tenang dulu mah, Pluto pasti bisa kok jaga Bintang." Angkasa berujar lembut, meski tak dapat di pungkuri bila kini dada nya pun ikut berdetak cepat.

"Apa aku susulin aja ya?"

Mereka serempak menoleh saat Bulan berujar, gadis itu mulai memakai kardigan tebal nya.

"Emang nya lo tau mereka di mana? Jangan aneh-aneh deh. Ini Bandung Lan. Gak bisa di samain sama Jakarta!"

"Ya trus lo mau nya gimana? Mereka pasti ada di sekitar sini kok. Pluto gak akan bawa bintang pergi jauh-jauh."

Langit mengusap wajah nya kasar, "Iya ngerti, tapi lo juga harus fikirin diri lo sendiri—"

"Itu mereka."

Ucapan Langit terpotong akan suara Angkasa yang berseru, menatap kearah Bintang dan Pluto yang berjalan di bawah naungan satu payung basar.

Bulan Buru-buru melepas kardigan rajut nya. Menyelimuti tubuh Bintang yang basah. "Hey, kemana aja? Kita khawtair." Ia berujar lembut, memeluk sang adik dengan erat.

"Maaf Om, tant. Tadi kita cuma mampir buat makan jagung bakar di kedai depan, tapi tiba-tiba hujan. Jadi kebasahan—" Pluto berucap penuh sesal, menerima handuk putih yang di sodorkan Mentari pada nya.

"Udah ga papa."

"Ga papa gimana? Bintang sampe kedinginan gini." Angkasa menyahut, menyuruh Bulan untuk mengajak Bintang masuk kedalam Villa.

Padahal tadi Angkasa yang mengucapkan jika Pluto pasti bisa menjaga Bintang.

Lelaki itu mengangguk pelan, Pluto salah. Dan pantas untuk di salahkan.

"Maaf om–"

Angkasa menghelanafas pelan, mengerti bila seharunya ia tak menyalahkan Pluto yang jelas tak tau apa-apa.

Tangan nya terulur, menepuk bahu Pluto dua kali. "Makasih."

"Hah?"

"Makaih udah mau jaga Bintang,"

"Kita sempet khawatir banget sama Bintang tadi, soalnya dia takut sama hujan."

~•~

Gadis itu menghela nafas kasar, tubuh nya lelah dengan mata yang begitu enggan terbuka. Namun kini sepertinya Bulan tak mengerti bila ia tak mau beranjak.

Selimut yang sebelum nya menutupi tubuh Bintang di tarik dengan perlahan, membuat gadis itu sontak menahan nya.

"Ce– ngapain si, orang masih ngantuk!" Bintang berseru dengan nada serak.

"Bangun."

"Masih pagi, aku males–"

"Ini udah hampir jam dua belas Bintang."

Mata yang awal nya terpejam mulai mengerjap, tunggu. Bukan perihal waktu, namun suara itu? Suara—

"PLU!" Ia bangkit, menatap kearah Pluto yang sudah berdiri di sebelah ranjang nya. "Lo ngapain?"

"Cece mana? Kok gak ada?" Pandangan gadis itu mengedar kesembarang arah, hanya ada ia dan Pluto berdua di dalam kamar.

"Di bawah, lagi nyiapin makan siang sama tante Tari." Pluto berujar, ia menaruh nampan berisi makanan untuk Bintang di atas nakas. "Nih, lo belum sarapan kan?"

Mata nya menatap kearah Handpone Bintang yang terus bergetar tepat di samping nampan yang baru ia taruh.

"Ada yang nelpon tuh." Ia berujar pelan, membuat Bintang jelas langsung melirik kearah nya. "Biarin aja."

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang