22. Gitar Bon Jovi

1.5K 150 15
                                    

Jemari tangan nya menyentuh tuts piano dengan perlahan, menghasilkan nada-nada yang kian indah di dengar. Biasanya, saat ada acara kecil di rumah. Bintang memang yang akan bermain piano, mengiringi suara lembut Bulan yang bernyayi. Dengan alunan petikan gitar Langit.

Membuat konser pertunjukan yang di tonton oleh Mentari dan Angkasa.

Bintang tersenyum kecil, merasa bersyukur memiliki keluarga harmonis. Bila di banding dengan anak-anak di luar sana. Yang hidup nya jauh lebih susah.

Pandangan nya mengedar ke penjuru ruang musik milik Langit, menatap gitar akustik yang sudah cukup lama terpajang di sana. Di batasi lemari kaca mewah membuat benda itu benar-benar amat terjaga.

Selain piano, Bintang juga bisa bermain gitar. Ya meski tak sejago Langit yang bisa dengan berbagai macam kunci.

Ia hanya bisa bermain dengan kunci-kunci gitar yang sederhana–

Tanpa sadar langkah nya berjalan mendekat, meraih gitar akusitik bertanda tangan bon jovi di belakang bodi nya.

Jemari nya mulai menyesuaikan antara fred ke fred, memetik gitar dari senar ke senar.

Senyum nya mengembang saat ia mulai memainkan sebuah lagu dengan intonasi rendah.

"Keras kepala ku sama dengan mu,"

"Cara ku marah caraku tersenyum."

"Seperti detak jantung yang berbaut–"

"Eh berisik– bertamu‐- berantem?"

Bintang menghentikan permainan nya,
Mengapa ia bisa lupa dengan lirik lagu bertaut milin Nadin? Padahal lagu itu  merupakan salah satu lagu kegemaran nya.

"Ber- apa ya? Berenang? Ber–" Bintang mengacak rambut nya dengan kasar.

Balakangan emosi nya memang tak pernah bisa terkontrol, hal kecil bisa membuat nya benar-benar marah hingga membanting sesuatu yang—

Brak!

Gitar akustik milik Langit sudah berada di lantai, terbelah antara Body dan leher membuat nya begitu mengenaskan.

"Bintang?"

Dan lagi-lagi Bintang melakukan kesalahan di luar keinginannya.

~•~

Tata berjalan menghampiri Mentari yang baru melangkah masuk kedalam rumah. Ia menggaruk tengkuk nya bimbang, namun sebelum nya sang Majikan memang udah berpesan untuk selalu mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak nya terutama Bintang.

"Bu?"

Mentari menoleh, tersenyum lembut. "Iyah Bu Tata?"

"Saya nemu ini di tong sampah, waktu beresin kamar dek Bintang." Wanita itu menyodorkan beberapa pil yang sudah ia taruh di dalam pelastik kecil.

"Saya gak tau itu obat apa—"

"Ini vitamin dia." Mentari memotong ucapan Tata. "Padahal dia bilang selalu minum."

"Saya juga nemun banyak tisu yang ada bercak merah nya."

"Bercak merah?" Mentari mencicit pelan, yang jelas di jawab anggukan.

"Kaya, bekas darah gitu Bu."

Istir dari Angkasa itu terdiam sesaat, lagi-lagi Bintang harus seperti ini. Berbohong, menyembunyikan semua rasa sakit nya sendiri.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang