Langit masuk kedalam mobil milik Mentari yang sudah terparkir di dekat Loby, mata nya menatap sang Mamah dengan pandangan penuh keheranan.
"Jadi kalian sekongkol?"
"Hah?" Langit tak mengerti apa yang Mentari ucapkan secara tiba-tiba. Ia tak sepintar Bintang yang akan selalu paham.
"Kamu— tau kan kalo selama ini Bintang tetep aktif diBasket?"
Lelaki itu mengangguk kecil, mau mengelak bagaiamana pun Mentari sudah tau. Dan ia tak bisa beralibi.
"Jadi selama ini kalian bohong sama mamah? Jadi saat Bintang telat pulang kerumah dia bener-bener gak nonton kamu Nge-band kan? Tapi kamu nungguin dia latihan?"
Lagi-lagi Langit mengangguk, "Mah aku bisa jelasin—"
"Apa yang mau di jelasin kalo mamah aja udah tau? Mau kasih alasan apa lagi?" Mentari berucap sarkas. Menatap Langit penuh kekecewaan.
"Mah, Bintang suka sama Basket. Tiap kali liat dia main Basket dia kelihatan bahagia banget. Dan setiap dia izin sama aku buat latihan– aku gak tega buat nolak keinginan kecil itu."
"Mah, selama ini Bintang gak pernah minta apa-apa. Gak permah minta sesuatu yang mahal atau berharga. Dia cuma minta kita kasih dia waktu buat jalanin kesenengan dia aja. Tapi kenapa sesusah itu—"
"Karna kita bisa kehilangan dia Langit." Mentari menyela ucapan Langit. Tangan nya menggenggam jemari sang anak yang terkepal erat denga lembut.
"Bintang adik kamu satu-satu nya kan?"
Langit mengangguk mengiyakan, adik nya memang satu. Bintang nya. Bintang yang mampu memberikasn cahaya di Langit kelam.
"Kamu sayang kan sama Bintang?"
"Sayang." Jawab nya pelan.
"Bujuk Bintang buat berheti main Basket Langit, atau kita bakal kehilangan Bintang selama nya." Ucap Mentari menbuat atensi Langit sontak terbagi.
"Kenapa? Kenapa Bintang bisa hilang? Adik aku gak mungkin kemana-mana. Mamah jangan ngada-ngada!" Sengit Langit tak suka. Ia menatap Mentari dalam.
"Bintang kenapa mah?"
Mentari mengerjap saat mata nya memanas, ia tak mungkin membiarkan Langit tau. Rahasia ini hanya untuk Ia dan Angkasa.
"Aku berhak tau! Aku Koko nya!" Seakan mengerti apa yang sejak tadi di pikirkan Mentari, Langit kembali berucap.
"Bintang—"
Tak! Tak! Tak!
Mereka serempak menoleh saat kaca di samping Langit di ketuk, menghelanfas pelan saat Bintang dan Senna lah yang ada di luar sana.
"Aku tunggu jawaban nya." Langit berseru sebelum membuka pintu mobil milik Mentari.
Ia tersenyum lembut, menatap kedua wanita yang selama ini ia sayangi.
"Pulang sama mamah sana, gue mau makan sama Senna." Ucap nya mendorong pelan Bintang agar segera masuk kedalam mobil.
"Ish iya! Pacaran melulu si!" Bintang menggerutu kecil, membuat Senna tertawa pelan.
"Pulang nya bawain Martabak! Awas aja kalo gak bawa. Aku gak bukain pintu!" Gadis itu membuka pintu Mobil, duduk di samping Mentari yang sejak tadi hanya diam menatap nya.
"Udah?" Bintang mengangguk saat Mentari bertanya. Sebelum menginjak pedal Gas untuk segera pulang kerumah.
Bintang Lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Roman pour AdolescentsRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...