18. Plan

1.7K 150 14
                                    

Altair berjalan dengan langkah lebar, beberapa kali mencoba tersenyum manis, sesekali melirik kaca kelas untuk melihat wajah nya. Ia sudah sempurna.

"Loh– Altair lo ngapain?" Lave yang pertama kali berseru saat Lelaki itu masuk kedalam kelas sebelas Alam satu.

Berjalan kearah meja Bintang yang ada di belakang. "Altair lo ngapain si!"

Ia menatap Lave malas, sepupu nya itu mengapa berisik sekali. "Gue mau kasih ini."

Mereka menoleh pada apa yang di bawa Altair, sebuah parsel lengakp dengan buah-buahan yang terbukus pelastik tipis bening yang menutupi seluruh keranjang nya.

"Buat apa?"

"Mau lamaran?"

Altair mendengus saat beberapa teman kelas Bintang ikut campur. Menatap mereka tajam, sebelum kembali melangkah menghampiri meja Bintang.

"Buat lo." Ia menaruh pasrel itu tepat di atas meja, membuat Bintang yang sedang asik membaca buku sotak mengalihkan atensi nya. 

"Apa?" Bintang bertanya, melirik kearah Lave, Manda dan Kena yang saling tatap tak mengerti.

Altair benar-benar sosok lelaki yang tak tertebak.

"Kemarin kan lo sakit, gue belum sempet jenguk. Jadi gue bawain buah nya sekarang—"

"Gue udah sembuh." Bintang memotong ucapan lelaki itu. Mendorong sedikit keranjang buah yang tadi Altair berikan.

Terlambat sekali Altair ini!

"Buah nya di tolak?"

"Bukan," Bintang menggeleng. "Lo nya yang gue tolak."

"Tapi bahkan, gue belum berjuang." Altair berucap lirih, terlihat sekali bawa lelaki itu patah hati.

Astaga Bintang, bisa-bisa nya menolak serbuk berlian seperti Altair. Seorang vokalis dari band ternama di sekolah mereka.

"Lo gak perlu masuk terlalu jauh lagi, gue gak buka pintu dan gak nerima tamu." Bintang berucap pelan, kembali membaca buku nya dengan perlahan.

"Yaudah gue gak papah deh di tolak, tapi buah nya jangan ya? Nanti kalo pisang atau apel nya sakit hati gimana? Lo mau tanggung jawab?"

"Taro aja di situ." Gadis itu menunjuk meja menggunakan dagu, tanpa menatap Altair membuat lelaki itu menghelanfas pasrah.

"Yaudah gue balik lagi deh ke kelas, jangan lupa di makan ya buah nya." Ia mulai melangkah, berjalan menjauh dari Bintang yang bahkan tak mengubris nya.

"Kalo mau makan aja, gue gak suka buah."

Altair meringis kecil saat suara Bintang terdengar menyuruh beberapa teman nya memakan apa yang baru saja ia berikan.

Langit bilang Bintang suka buah, tapi setelah ia fikir. Gadis itu memang bukan tidak suka buah nya, namun orang yang memberikan buah itu.

Itu pertanda, Bintang memang tak menyukai Altair.

~•~

Senna berdiri saat mata nya jelas melihat Bintang dan Langit yang berjalan menghampiri, ia tersenyum canggung.

Meski sudah menyiapkan kata-kata untuk di ucapkan pada Bintang sejak semalam, namun tetap saja. Hati nya masih tak rela.

"Hai, udah sembuh?" Senna berucap pelan, melirik Langit yang mengangguk tertahan.

"Kata Koko ada yang mau di omongin?" Adik dari Langit itu bertanya, mengedarkan pandangan kearah lapangan basket yang mulai ramai.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang