Manda tertawa kecil, sembari sibuk menghabiskan buah-buahan yang sempat di kupasa Mentari untuk di makan oleh Bintang.
Tanpa rasa malu Lave pun ikut andil menghabiskan makanan yang di berikan orang-orang yang datang menjenguk anak bungsu dari Angkasa itu.
Kedua nya sibuk berceloreh ria, tanpa memperdulikan Kena yang beberapa kali mengusap wajah karna malu.
"Kita kesini gak bawa apa-apa Loh, cuma bawa satu parsel buah. Itu juga patungan. Tapi kalian ngabisin makan lebih dari apa yang kita bawa." Kena berucap sabar, sesabar Bintang yang hanya terkekeh kecil melihat makanan nya ludes tak tersisa.
"Udah si santai, nanti juga ada lagi. Gue juga gak terlalu suka makan buah." Bintang berucap pelan, membuat ketiga nya kompak menoleh.
"Hello! Siapa ya yang kalo sekolah suka bawa salad sama Jus pisang?" Lave menyahut, yang di tanggapi anggukan setuju milik Manda.
Anak bungsu angkasa itu memang sering di bawakan bekal oleh Mentari Salad dan Jus buah.
"Bagi Bintang tak ada hari tanpa memakan buah, kan lo sendiri yang sering bilang kalo lo suka buah. Cuma duren sama kesemek aja yang engga." Manda menambahkan.
"Masa?" Bintang nampak menunjukan mimik heran. "Perasaan gue gak suka buah deh. Apalagi buah semangka kaya yang Lo makan."
Kena makin mengerutkan kening bingung, mata nya menatap Bintang dalam. "By? Itu apel."
"Apel! Apel! Apel!" Lave menunjuk logo hanpone milik nya, beralih pada Macbook yang di letakan pada meja di dekat sofa. Sesekali tertawa kecil.
"Lo beneram demam ternyata."
"Ve!" Kena berseru. Merapatkan tubuh nya pada Bintang yang duduk di single sofa.
"Lo beda." Bisik nya kecil, nyaris tak terdengar.
"Lo kapan masuk sekolah lagi?" Bintang mengalihkan atesni nya dari bisikan kena pada pertanyaan Manda.
"Gue kesepian nih!"
"Lusa mungkin." Jawab Bintang. "Besok baru boleh pulang."
"Emang lo sakit apa si sebenernya? Ini udah hari ketiga lo di rawat kan?" Lave bertanya dengan nada serius.
"Kemarin Koko bilang apa?" Bintang bertanya balik, karna ia memang belum sempat bertanya pada Langit alasan apa yang dia katakan pada teman-teman nya.
Bila jawaban Ia dan langit berbeda, pasti ketiga teman nya akan curiga.
"Flu, flu burung Elang."
Bintang tertawa kecil. "Lo percaya?"
Lave menggeleng kecil, "Dia bohong kan?"
"Gue emang flu, fluhatin."
~•~
Sama seperti apa yang Bintang katakan kemarin, hari ini ia sudah di perbolehkan untuk pulang. Duduk di depan rungan dokter sepesialis Jantung menunggu Mentari dan Angkasa yang tengah berdiskusi mengenai kesehatan nya.
Kepala nya bersandar, dengan rambut yang menempel pada tembok putih di belakang nya. Memejamkan mata saat rasa kantuk menghampiri, Padahal waktu masih menunjukan pukul sembilan pagi.
Tangan nya merapatkan jaket levis biru bergambar tengkorak di punggung, jaket milik Langit yang ia kenakan sejak malam tadi.
Ia suka harum tubuh Langit, bau mint yang begitu melekat. Namun ia lebih suka aroma Bulan, bau buah-buahan khas anak perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Teen FictionRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...