Ada yang bilang saat memiliki masalah, lebih baik berbagi dengan orang lain. Setidaknya kita akan merasa lega karna hal itu tak terlalu menghampit di dada.
Namun untuk Bintang, semua itu tak berlaku. Ia lebih baik diam memendam semua rasa sakit nya sendiri. Tak masalah bahkan hingga hati nya sekarat.
Gadis itu diam di tepi kolam, menatap air jernih yang menyentuh kaki nya yang putih.
Merenung memikirkan kesalahan nya pagi tadi.
Bintang lagi-lagi berbuat salah, gadis itu bahkan hingga membuat lengan Mentari terluka. Membuat suasana sarapan yang seharunya menengangkan menjadi kacau tak terkendali.
Hari ini, lagi-lagi ia enggan berangkat kesekolah. Terlalu malas melakukan sesuatu yang bahkan biasa ia lakukan.
Fajar bilang itu hal wajah, Penyakit nya ini memang kerap memporak- porandakan suasana hati.
Bintang mendongak, saat cahaya matahari mulai semakin menyengat di atas kepala.
Cahaya, Bintang ini bisa kembali bercaya. Menjadi penghangat untuk keluarga. Bukan hanya menjadi beban yang benar-benar terasa menyesakan.
Dan bila boleh memilih, Bintang akan lebih baik mati ketimbang terus di hantui rasa bersalah karna menyakiti keluarga nya meski dalam lingkup tak sengaja.
Ya, Bintang ingin mati.
Tenggelam, menghilang dari Bumi.
Tubuh nya perlahan bangkit, sedetik sebelum menceburkan diri begitu saja kedalam kolam yang cukup dalam.
Byur!
Mata nya terasa perih, dengan tubuh yang terus di paksa untuk tenggelam. Bintang lelah– ia hanya ingin mengahiri ini semua.
Nafas gadis itu mulai memburu karna kekurangan oksigen yang semakin menipis, namun Bintang tak perduli. Karna tujuan utama nya kini hanya untuk– Mati.
Kesadaran nya semakin menghilang, sedikit lagi untuk nya agar benar-benar dapat terpejam.
Hingga sebuah tangan kekar menarik Bintang dengan kasar, memegang pinggang nya erat seolah tak akan bisa di lepas.
"Langit!" Tangan Bulan terurur, membantu Langit naik ke atas usai menidurkan Bintang ke tepian kolam renang.
Mata nya melirik kearah Angkasa yang tengah memompa dada Bintang yang terpejam, beralih pada Mentari yang menangis terisak di samping tubuh sang adik.
Lelaki itu memeluk Bulan yang sama terpukul nya, mereka tau. Bintang mencoba untuk bunuh diri dengan menenggelamkan tubuh lemah nya pada kolam berenang yang dalam.
Tak habis fikir bahwa Bintang dapat melakukan hak serendah itu.
Bila saja mereka tak tau, dan tak datang tepat waktu. Mungkin mereka akan benar-benar kehilangan sang Bungsu.
Uhuk! Uhuk–
Bintang terbatuk, di susul tubuh nya yang tiba-tiba mengejang lalu bangun terduduk.
"Mah–"
Plak!
Untuk pertama kali setelah beberapa waktu Mentari kembali menampar nya, dengan tatapan penuh luka yang begitu menyesakan dada.
Wanita itu kecewa, sungguh. Rasanya begitu sakit melihat wajah penuh keputusasaan Bintang.
Mentari tau, Bintang yang tentu paling terluka. Namun tak bisakan ia melihat perjuangan mereka? Mereka hanya ingin Bintang bahagia, mereka rela melakan apapun untuk sesembuhan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Teen FictionRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...