79. Plu Story

1.1K 106 31
                                    

Sama seperti apa yang Mentari katakan kemarin bila hari ini Bintang sudah di perbolehkan untuk pulang, ia menatap kearah Mentari yang tengah memakaikan nya sepatu dengan mimik sendu.

"Harus nya gak perlu kaya gini, Bintang kan udah gede. Masa pake sepatu aja harus di bantu." Gadis itu berucap pelan. "Aku bisa kok pake sendiri!"

Kaki nya terangkat, menginjak berangkar yang sebelum nya sudah di bersihkan Renata. Mengikat tali sepatu nya pada kaki bagian Kiri.

"Kan?"

Mentari tersenyum bahagia saat Bintang bertanya, menjulurkan kaki kiri nya yang sudah terpasang sebuah sepatu dengan sempurna. Sederhana memang, tapi wanita itu amat senang.

"Pinter, Anak mamah hebat."

Bintang tertawa kecil, "Koko sama Cece ikut jemput juga gak?"

Koko? Cece?

Sudah cukup lama Bintang tak menyebut dua kata itu, kata yang belakangan ini begitu di rindukan Langit dan Bulan.

Mentari mengangguk kecil. "Cece lagi di jalan sama papah. kalo Koko kan harus sekolah."

"Ah iya ya?" Ia nampak berfikir sesaat.

"Semalam Altair ke sini lagi gak?" Tanya Bintang.

"Altair?"

Apa Bintang sudah mengingat semua nya? gadis itu bahkan tak terlihat melupakan sesuatu. Bintang menjadi seperti sedia kala.

Dan Bukankah harus nya Mentari Bahagia?

Senyum wanita itu semakin mengembang, "Engga si kayanya, kamu kapan ketemu sama Alta?"

"Kemarin." Jawab Bintang cepat, "Ah iya, sebelum pulang aku mau jenguk ka Rora dulu boleh gak?"

"Boleh dong, nanti ya kita kesana sama-sama."

Bintang mengangguk kecil, mengayunkan kedua kaki nya dengan pelan. Mata nya menatap kearah jendela di ruang rawat nya.

"Ka Rora, gak balik lagi ke Roma mah?"

"Belum, Mas Bumi masih harus ada yang di urus di sini."

"Trus sekarang keadaan nya gimana?"

Mentari nampak terdiam sesaat, Bila mengingat Aurora. Perasaan nya pun ikut merasa sedih. Terlebih saat hampir di setiap malam ia harus menemani Aria yang menangisi ke adaan Sang anak.

Di samping Mentari yang juga resah akan keadaan Bintang.

"Baik kok." Jawab Mentari. "Dia rutin kemoterapi."

"Apa kemo sakit?"

Wanita itu mengangguk, tak lama menggeleng kecil. "Kaya nya engga deh, cuma efek nya aja yang lumayan. Soalnya mamah nya suka gak tidur kalo Aurora abis kemo."

"Berarti sakit ya? Kasihan ya ka Rora. Mana masih muda." Bintang melirih, yang entah mengapa Mentari merasa bila Sang anak seperti membicaraakn diri nya sendiri.

"Itu sebab nya Bintang, kita harus selalu bersyukur."

"Bersyukur atas semua rasa sakit mah?"

~•~

Fajar menatap Mentari saat wanita itu bercerita mengenai perkembangan daya ingat Bintang yang semakin meningkat, ia menghelanafas resah saat mungkin pendapat nya nanti akan menyakiti perasaan sang kakak Ipar.

"Gini Mba, Mas, Alzhimer gak mungkin tahap nya berkurang. Dan apa yang Bintang alami itu hal wajah."

Lelaki itu menjilat bibir nya yang terasa kering. "Kemarin dia lupa, hari ini dia ingat, besok kita gak tau apa yang bakal dia alami."

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang