Ekstra Part

2.7K 136 36
                                    

Mentari memeluk Jersy basket bernama punggung Rasi dengan erat, mencium bau Bintang yang masih begitu melekat.

Sudah Lima tahun sejak gadis itu pergi, namun kenangan-kenangan tentang sang anak masih begitu terikat dengan jelas.

Mentari merindukan Bintang nya–

Rindu suara itu, tawa itu, senyum itu. Semua nya yang sang anak miliki. Mentari ingin melihat nya lagi.

Satu kali saja, satu kali bahkan dalam mimpi pun tak apa.

"Buna,"

Mata yang awalnya terpejam sesaat sontak terbuka, ia menatap lurus tepat pada jendela kamar yang terbuka.

Mentari pasti berhalusinasi karna terlalu merindukan sang anak, mungkin saja itu Bulan atau Langit. tunggu, yang memanggil nya dengan sebutan itu hanya Bintang–

Jari nya mulai mendingin saat sebuah tangan menggenggam nya erat, genggaman yang terasa persis seperti ketika sang bungsu menyentuh nya.

"Buna,"

Nafas Mentari kian tercekat saat suara itu kian terdengar jelas, tak lama menunduk untuk memastikan jika ia salah.

Air mata Mentari tak bisa lagi di bendung, wanita itu menangis terisak saat Bintang di sana.

Memeluk perut nya dengan tubuh terduduk di bawah, menyunggingkan senyum lebar di bibir pucat nya.

"By–" Tangan Mentari terulur, mengentuh pipi putih Bintang yang terasa amat halus. "Buna kangen."

Kepala dengan rambut hitam sebahu itu mengangguk kecil, tau jika kedatangannya kini memang paggilan Mentari yang sudah lama mendambakan kehadiran nya.

"Aku tau."

"Buna makasih, udah selalu berusaha baik-baik aja meski penuh luka."

Bintang mengeratkan pelukan nya pada perut Mentari. "Bintang bahagia,"

Mentari menangis terisak, doa yang lima tahun terahir ia panjatkan di jaba. Hari ini– Bintang nya datang lagi.

"Buna seneng kalo Bintang bahagia di sana, Buna seneng."

"Tapi Bintang gak pernah datang ke mimpi Buna,"

Gadis itu tersenyum kecut, menyamankan kepala nya di atas paha Mentari yang mengusap rambut nya.

"Maaf Buna, aku nemenin Bulan."

"Cece bener-bener kesepian."

Mentari mengerti, karna yang paling terpukul di antara mereka memang Bulan. Bahkan gadis itu sempat di rawat di rumah sakit beberapa minggu dan mengambil Cuti kuliah karna begitu merasa kehilangan Bintang.

Tak Jarang suara Tangis Bulan terdengar di malam hari, dan Mereka benar-benar harus siap siaga takut Sang Sulung melakukan hal yang tak di inginkan.

Namun setelah nya, Mereka tak lagi mendengar tangisan Bulan. Gadis itu sudah mau makan dan terlihat lebih tegar.

Kini Mentari mengerti mengapa hal itu bisa terjadi, karna Bintang bisa menjaga Bulan.

"Makasih." Mentari berujar lirih. "Makasih udah selalu nemenin Bulan–"

"Tapi cukup sampai di sini Buna, Bulan sekarang udah baik-baik aja. Jadi aku bisa bener-bener pergi ke atas sana."

Bintang melempar senyum kearah Mentari. "Titip salam buat Bulan ya? Buat Papah sama Langit juga."

"Bintang sayang banget sama kalian."

"Dan selama nya bakal kaya gitu—"

"Mentari?"

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang