Malam ini seharusnya mereka merasa bahagia karna Bintang sudah membuka mata, malam ini mereka berharap untuk tidur lebih nyenyak karna beban nya sudah tak banyak.
Setidaknya bayang-bayang tentang kehilangan Bintang sudah mulai menghilang.
Namun kini Mentari bahkan tak bisa bernafas lega karna yang mereka dapatkan hanya ringisan penuh kesakitan milik Bintang.
Sahhh
Gadis itu meremas rambut nya dengan kasar. "Sa-kit."
Dan Mentari merasa lebih terluka karna tak bisa berbuat apa-apa.
"Senja gak bisa di kasih obat aja? Aku gak tega."
Yang di panggil menoleh, mengulum bibir bimbang. "Aku udah kasih Bintang paracetamol, Matahari."
"Kita tunggu sampe obat nya bekerja aja ya-"
"Ya tapi kapan! Kamu gak liat dia terus kesakitan." Mentari mencela, mengusap kepala Bintang dengan pelan, berdoa semoga sentuhannya bisa meringankan sakit sang anak.
"Trus kamu mau nya gimana? Aku gak bisa kasih Bintang obat terus menerus! Di tubuh nya udah terlalu banyak cairan kimia yang masuk."
Angkasa mengangguk setuju atas ucapan Senja, mereka tak bisa terus menerus memberikan Bintang obat yang kelak bisa merusak tubuh nya.
Lelaki itu melangkah ke dekat Bintang.
"Bintang sekarang tidur aja ya? Biar sakit nya bisa berkurang."
Bintang menggeleng, jangankan tertidur. Memejamkan mata saja kepala nya begitu berdenyut.
Ia menatap kearah langit-langit kamar ruang rawatnya dengan sendu, Mengapa Tuhan tega sekali? Ia kesakitan, Bintang merasa sekarat. Apa tak terlihat?
Saahh
Tangan nya meremas jemari Angkasa, menyalurkan rasa sakit nya di sana.
"Tutup mata kamu."
Gadis itu menggeleng.
Fiuh
Bintang terpejam saat Angkasa tiba-tiba meniup wajah nya, membuat mata nya perih dan tertutup seketika.
Fiuh
Lagi saat Bintang ingin membuka mata, angin yang terasa hangat dengan bau mint kembali melintas.
Terpejam saat Angkasa terus menerus meniup wajah nya, tak memberikan Bintang ruang untuk sekedar mengerjap.
Hingga kelopak mata nya benar-benar lengket dan enggan terbuka, Bintang terhanyu dalam duka. Meninggalkan rasa sakit yang menyengat di kepala.
Diam-diam berdoa semoga esok ia tak akan melupakan sesuatu.
~•~
"Ini bagus gak?"
Juni yang tengah memilih sebuah buku menoleh, mengangguk atas apa yang di tanyakan Bulan.
Mata nya menatap sebuah Album foto bersampul bunga sakura di tiap sisi nya.
"Cantik, Kamu mau alih profesi jadi tukang foto?"
Bulan tertawa pelan, memukul Juni dengan buku Album yang ia genggam.
"Ngaco! Ini buat Bintang. Kemarin papah kasih dia kamera polaroid gitu- dari jepang.""Kayanya dia belum punya buku Album nya deh. Aku mau beliin buat dia, gimana menurut kamu?"
Juni mengangguk setuju. "Bagus, biar foto nya gak ke cecer nanti." Ia mengusap rambut Bulan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Fiksi RemajaRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...