14. Antiplatelet

1.7K 172 12
                                    

Lelaki itu menatap Bintang dan Senna yang berjalan kearah nya, melirik Altair yang sejak tadi tak berhenti tersenyum setelah ia meminta teman nya itu untuk mengantar Bintang pulang kerumah.

Mata nya terpejam saat perkataan Mentari malam tadi terngiang di kepala. Bintang nya, tidak baik-baik saja. Dan Langit baru tahu akan hal itu.

Tangan nya terangkat, mengusap lembut pipi Bintang yang sudah berdiri di depan nya. "Hari ini pulang sama Altair ya?"

"Kok gitu?" Tanya Bintang pelan. "Koko mau pulang bareng ka Senna lagi ya? Kalo tau gini mending tadi minta jemput Cece!"

Langit terkekeh pelan, "Sekali ini aja kok, besok pulang bareng lagi deh. Hari ini Gue sama Senna mau ke suatu tempat dulu."

Lagi-lagi gadis itu menggeleng. "Yaudah aku pulang naik taksi aja."

"Sama gue aja." Sahut Altair pelan, apa Bintang tak tau sejak tadi siang ia sudah menunggu hal ini?

"Kata mamah gak boleh pulang sama orang asing."

"By—" Langit mencicit. "Altair kan temen gue."

"Ya itu kan temen Koko, bukan temen Aku!" Sengit Bintang tak suka.

Senna yang sejak tadi diam nampak melirik Langit sekilas. Tangan nya mengusap punggung Bintang lembut.

"Yaudah kalo Bintang mau pulang sama Langit, pulang aja. Biar nanti langit nyusul. Gue bisa naik taksi dari sini—"

"Eh gak jadi deh!" Bintang memotong ucapa Senna, ia jadi merasa tak enak. Seperti menjadi orang ketiga antara hubungan Langit dan Senna.

"Jadi kan pulang sama Altair? Gue lebih tenang lo pulang sama dia By." Kakak laki-laki Bintang itu berucap. Yang jelas di tanggapi anggukan lemah Bintang.

Mau bagiaman lagi? Langit tak mungkin mengijinkan nya menaiki kendaraan umum.

"Nih pake!" Altair memberikan helm yang biasa ia gunakan pada Bintang.

"Gak mau helm nya pasti bau!"

Teman Langit itu menghelanfas samar.
"Engga Bintang, gue rajin keramas."

"Bener?"

"Cium aja kalo gak percaya."

Bintang dengan refleks mencium helm Altair, "Wangi." Ia berucap sepontan. Memakai helm fullface milik Altair, membuat lelaki itu terkekeh geli.

Bintang itu lucu.

"Dah naik."

Gadis itu mengangguk kecil, naik keatas motor trail milik Altair setelah berpegangan pada pundak lelaki itu.

"Koko nanti pulang nya bawa martabak ya?"

"Kemarin di bawain martabak lo nya tidur, martabak nya abis di makan Bulan sama papah." Sahut Langit menatap Bintang yang sudah duduk nyaman di belakang Altair.

Semalam saat ia pulang Bintang memang sudah terlelap, padahal saat itu waktu masih menunjukan pukul setengah delapan malam.

"Ya Koko pulang nya kemalaman. Aku keburu ngantuk." Jawab Bintang sekena nya. Ia menepuk bahu Altair duakali.

"Ayo abang ojek! Kita pulang."

~•~

Senna berjalan membuntuti Langit yang lebih dulu masuk kedalam restoran. "Bener kan gak ada hal serius? Apa gue ada buat salah gitu?"

Gadis itu mencicit di belakang Langit, membuat lelaki itu tersenyum masam. Senna memang sudah tau bahwa mereka akan bertemu Mentari. Membicaralan hal yang sebetulnya amat Langit hindari.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang