Gadis itu beranjak dari kursi nya saat mata nya jelas melihat Mentari yang tengah berlari pelan kearah nya, bersama Angkasa yang lebih dulu masuk ke dalam ruang Bimbingan Konseling sekolah.
"Ini pipi nya kenapa?" Bintang dapat merasakan hangat nya tangan Mentari menyentuh sudut bibir nya yang sedikit berdarah.
"Kena pukul Langit Tant." Mentari menoleh saat Senna menjelaskan.
"Di pukul Koko?"
Bintang menggeleng saat lagi-lagi Sang Mamah bertanya.
"Ga sengaja." Ujar nya pelan. Tak mau Langit terlalu di salahkan, karna bagaimanapun juga pertengkaran itu terjadi karna dirinya.
"Dia beneran berantem? Sama siapa? Sebelum nya Langit gak pernah loh kaya begini!" Suara Mentari terdengar penuh kekesalan.
"Dia tuh udah kelas dua belas, bukanya belajar malah buat masalah-"
"Mah." Bintang menghelanafas pelan.
"Cukup, Koko gak salah. Gak ada yang perlu di salahin di ini.""Jadi Bintang mohon buat gak marahin Koko, atau Alta-"
"Langit berantem sama Altair?" Mentari menggeleng tak percaya, tangan nya terulur mengusap luka Bintang dengan lembut. Menatap kearah Senna dan ketiga teman Bintang lain nya.
"Senna tolong di obatin ya Bintang nya, sama di jaga. Tante mau masuk dulu." Wanita itu berucap, sebelum buru-buru masuk keadalm Ruang BK yang pintu nya sudah terbuka.
Bintang menghelanafas merasa sesak, awalanya ia dan teman-temanya tengah membaca buku di perpustakaan. Mencari referensi tugas bahasa yang di kerjakan perkelompok.
Namun semua itu terganggu akan pertengkaran yang di lakukan Langit dan Altair di taman belakang sekolah, pertengkaran yang mengatas namakan Bintang karna rasa tak terima Langit.
Lelaki itu terlihat amat murka, terbukti dari pukulan yang Langit berikan tak main-main. Karna Bintang dapat merasakan nya.
"Udah gak usah terlalu di pikirin, cowo biasa beratem kaya gitu. Mending sekarang kita obatin luka lo." Senna berujar lembut, memegang pundak Bintang dengan penuh kehangatan.
"Gak usah."
"By- Nanti infeksi." Kena berujar saat mata nya melihat Bintang yang mulai melangkah kecil, meninggalkan mereka begitu saja.
"Gue mau di obatin sama Pluto." Sahut Bintang, membuat mereka yang ada di sana menatap gadis itu dengan tatapan tak percaya.
"Dih najong bucin banget!"
~•~
Tangan nya terurur, menyentuh bibir Bintang dengan kapas beralkohol untuk mengobati luka sang kekasih.
Pluto menatap Bintang saat gadis itu meringis tertahan, tak urung tetap membiarkan Pluto mengobati nya.
"Sakit?"
Bintang menggeleng kecil, "Kan udah di obatin sama lo, jadi rasa sakit nya hilang seketika." Ia tersenyum lebar.
"Bukan, Bukan luka di bibir lo. Tapi luka di hati lo. Apa masih sakit?"
Gadis itu terdiam, menatap kearah Pluto dalam. Tau apa yang di maksud lelaki itu mengenai perihal yang baru saja terjadi tadi.
"Engga kok, kan ada Lo. Obat gue."
Pluto tertawa kecil, mengusap rambut Bintang dengan lembut. "Lo mati rasa ya By? Gak mungin kalo gak sakit, gak mungkin luka lo sembuh secepat itu."
"Jadi sekarang apa yang lo rasa? Sakit? Kalo sakit bilang Bintang. Jangan selalu di rasain sendiri. Lo harus berbagi-"
"Iya." Bintang mengangguk singkat. "Bohong kalo gue gak ngerasa sakit Plu, rasa nya sesak. Gue- bahkan susah untuk sekedar nafas."
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Teen FictionRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...