94. Untuk Bintang

2.1K 138 51
                                    

Tangan Mentari terurur, mengusap dada Bintang yang terasa sesak. Bahkan sejak sore tadi. Tubuh nya kian mendekat, memeluk Bintang yang tengah berbaring di atas berankar nya.

"Mah?"

"Peluk Bintang lebih erat, aku kedinginan." Bibir pucat nya bergetar, dengan mata mengerjpap pelan.

"Ini bakal jadi pelukan terahir dari mamah ya kayanya?"

Tangan yang semula mengusap dada nya yang terasa nyeri perlahan berhenti, Mentari menatap Bintang dengan mata memerah.

"Kalo mau nangis, nangis aja ga papa."

"Tapi besok jangan keluarin air mata setetes pun, jangan liatin ke orang-orang kalo mamah sedih. Mamah udah ihklas kan?"

Wanita itu tak menjawab, bahkan untuk bernafas saja ia selaku tercekat.

"Sejak awal, dari Bintang kecil. Aku selalu sayang sama Mamah, sama sama Papah, sayang sama Langit dan Bulan."

"Ninggalian kalian tuh rasanya berat banget, tapi aku lebih sayang sama diriku sendiri." Tubuh nya beransur berbalik, menatap wajah Mentari yang tak bisa lagi menahan tangis.

"Bintang punya satu permintaan,"

Gadis itu menjilat bibir pecah-pecah nya dengan perlahan. Gadis itu memberikan sebuah amplop putih kepada Mentari, menulis nya dengan nama Altaira. "Nanti, tolong kasih ini buat Alta ya mah?"

Beralih pada sebuah amplop biru di atas nya yang kemarin sempat di berikan Pluto. "Mamah bisa tolong bacain? Aku suka lupa—"

Tangan Mentari meraih amplop itu dari Bintang, membuka nya dengn perlahan. Tangan nya mengusap surai sang anak dengan lembut, mulai membacakan bait pertama.

Untuk Bintang,
Cahaya Plu yang paling terang.

Bintang, mungkin kalo kamu tau surat ini. Berarti aku udah pergi. Jauh, tak tergapai seperti saat kamu ingin datang ke Neverland.

Aku fikir aku udah bahagia di atas sana, kamu juga harus bahagia di sini.

Kalo kamu cape, kamu harus istirahat. Jangan nyerah ya?

Bintang sayang, tak pernah terbayang sebesar apa. Kamu beri aku cinta dan kasih sayang. Seperti layang-layang yang siap terbang. Tak perduli angin besar yang datang.

Meski nyatanya aku salah, kamu– rasa sayang itu cuma buat Alta. Plu cuma sebagai figura di sebuah cerita.

Bintang– ayo, kita bertemu. Kita, mulai lagi kisah ini dengan alur yang lebih seru.

Aku menunggu mu.

Plu.

Mentari menutup kertas itu lagi, menatap Bintang yang juga sama menatap nya.

"Plu sweet banget ya mah?"

Wanita itu mengangguk kecil sebagai tanggapan.

"Tapi kenapa aku belum bisa cinta? Kenapa aku malah sayang sama cowo seberengsek Alta?"

"Bintang—" Mentari memeluk tubuh sang anak lebih erat, anak yang ia besarkan dengan susah payah.

Bintang nya yang begitu berharga, tak pernah sekalipun Mentari berfikir akan sebuah kehilangan yang begitu cepat ini.

"Kalo mamah gak kuat nanti, biarin mamah susul Bintang ya?"

~•~

Tangan Bulan tak pernah lepas menggenggam Bintang, bahkan saat ia tertidur di kursi samping berankar sang adik pun gadis itu tetap menyatukan nya.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang