Bulan tersenyum kecil, melirik kearah kursi belakang saat mata nya jelas melihat Bintang dan Pluto yang tengah tertidur dengan kepala saling bersandar.
Ia merasa bahagia saat melihat sang adik tak merasakan sakit, karna ahir-ahir ini serangan itu sering kala datang.
"Mereka gemes banget si." Bulan berujar, yang tentu membuat Mentari dan Langit ikut menoleh.
"Duh harus nya aku ajak Senna tadi."
"Enak aja! Senna tuh udah kelas dua belas. Harus rajin belajar. Emang nya kamu!" Mentari menyahut ketus. "Calon mantu mamah harus pinter, biar anak nya juga pinter."
"Betul tuh," Bulan ikut menanggapi.
"Harus nya juga ajak Juni."
"Trus kenapa gak kamu ajak?" Tanya Angkasa, melirik sang anak dari balik kaca sepion.
"Ih masalah nya Juni jadi Panitia di acara kampus aku. Sebenernya aku di suruh nemenin dia juga si, tapi yaudah- aku pengen ngabisin waktu sama Bintang aja." Mata nya melirik sang adik yang masih terpejam, terlihat begitu lelap seakan bermimpi indah.
"Kamu ngomong nya seakan Bintang bakal pergi dari kita aja."
Bulan menoleh pada Mentari, menghelanafas cepat. "Gak gitu."
"Aku percaya kok Bintang bakal sembuh." Tangan nya terulur, mengusap rambut Bintang dengan lembut.
"Aku gak sanggup ngebayangin kalo tiba-tiba dia hilang, Apa nanti Bulan bakal kesepain di langit yang gelap?"
"Mbul-" Langit merangkul Bulan yang ada tepat di samping nya, tersenyum lembut.
"Bintang gak akan kemana-mana. Dia bakal tetep di sini sama kita."
Tanpa mereka tau kedua tangan Angkasa dan Mentari saling meremas, seakan menguatkan.
Karna memang tak akan pernah tau kapan Tuhan benar-benar mau merampas cahaya mereka.
"Udah Jangan berisik ah." Mentari berucap dengan nada serak. "Nanti adik nya bangun."
"Iya, mending kalian tidur. Nanti kalo udah sampe Papah bangunin."
~•~
Butuh waktu tiga jam perjalan hingga mereka sampai di Bandung, kini waktu menjelang siang hari namun udara pegunungan yang dingin masih begitu melingkupi.
"Langit tolong bantu papah sama Mang Ujang bawa tas ke dalam." Mentari berseru, memberika beberapa tas berisi pakaian juga perlengkapan untuk mereka menginap di sana.
"Lah itu ada Plu! Suruh aja dia!"
"Langit! Gue sunat ya lo!" Bulan berucap kesal. "Plu mau di suruh gendong Bintang ke dalam, gak enak kalo di bangunin nanti Bintang nya pusing."
"Yaudah gue aja yang gendong Bintang! Nanti kalo dia tiba-tiba mesum gimana?"
"Langit! Ih ngomong terus kaya mandor, kerja!" Mentari melempar sebuah tas besar kearah Langit yang langsung menangkap nya.
"Tant, Bintang nya mau di bawa masuk aja?" Suara Pluto terdengar pelan, takut-takut membangunkan Bintang yang masih bersadar dengan mata terpejam di bahu nya.
"Iy-"
"Gak usah biar Om aja." Angkasa berseru, mendekat kearah Bintang.
"Et tet tet!" Bulan nampak menghalangi. "Papah itu udah tua, kalo nyeri otot pinggang mas? Bandan pegel linu Mas? Gimana? Siapa yang mau urut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Teen FictionRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...