"Nih, mau gak?" Altair menyodorkan Bintang mie instan cup yang sempat ia beli di pedagang sekitar. Juga dua botol air meneral yang di taruh di dekat Bintang duduk.
"Lo gak ikut main Volly?" Gadis itu bertanya, menatap kearah teman-teman nya yang tengah asik mengoper bola kesana-kemari.
"Lo sendiri?" Bukan nya menjawab, Altair malah balik bertanya.
Bintang menyeruput Mie cup nya, menggeleng kecil. "Gue gak bisa main Volly."
"Masa? Padahal lo jago main basket."
"Kata siapa?"
"Senna." Jawab Altair pelan. "Beberapa kali dia nyuruh kita-kita buat liat lo main basket yang kata nya jago banget."
"Sering juga muji-muji lo sampe bosen denger nya."
Bintang tertawa kecil. "Ya gak usah di dengerin."
"Gak bisa." Altair menggeleng singkat.
"Semua yang berkain tentang lo, gue suka."Anak dari Angkasa itu menatap Altair dalam, mencari kebohongan yang sekiranya bisa ia temukan.
Namun tak ada, yang ada hanya binar bahagia saat lelaki itu ada di dekat nya.
"Ikut gue yuk?" Altair bangun dari duduk nya, menepuk-nepuk pelan celana selutut yang ia kenakan.
"Kemana?"
"Ke dermaga, ini kan sore. sunset di sana bakal keliatan bagus banget." Lelaki itu mengulurkan tangan kearah Bintang usai gadis itu menegak air meneral nya.
"Jauh gak?"
"Engga kok, tapi kalo lo cape. Bisa gue gendong." Altair berujar, menatap Bintang yang tengah membersihkan kain bergambar bunga kamboja besar di satu sisi nya.
"Trus mereka?" Bintang menoleh kearah teman-teman nya.
"Gampang, udah biarin gue juga udah bilang sama Komet kalo kita pergi kesana." Tangan Altair menggam Bintang, menyatukan jemari nya pada Jari lentik gadis itu.
"Yuk!"
Kedua nya berjalan, melewati bibir pantai dengan pasir yang terasa basah terkena sapuan ombak.
"Sini sandal nya." Altair berjongkok, meraih sandal jepit Bintang yang sedang gadis itu kenakan.
"Kalo jalan di pasir gini, sandal nya kerasa berat. Mending gue bawa biar nanti kita nyeker aja."
Bintang mengangguk kecil, membiarkan Altair melakukan apa yang lelaki itu inginkan.
Sesekali merasakan kaki nya yang mendingin saat terkena air laut.
"Langit nya bagus." Ia mencicit kecil.
"Mau foto?" Tanya Altair, mengelurkan handpone genggam nya dari saku celana.
"Gak usah."
"Kenapa? Bukanya cewe biasanya suka sama yang nama nya foto-toto?"
Bintang tak menjawab, gadis itu tetap berjalan di sepanjang bibir pantai menuju dermaga.
"Kadang, apa yang kita Lihat gak semua nya harus di abadiin pake kamera. Gue lebih suka—"
Mata nya menatap Altair dalam.
"Di potret lewat mata, dan di simpan dalam memori kepala." Jawab Bintang, membuat Langit mengangguk paham.
Kedua nya terdiam cukup lama, menikmati deburan ombak yang menghanyutkan, dipadu dengan gesekan daun kepala yang tertiup angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Genç KurguRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...