Angkasa tak bisa menahan emosi nya yang menggebu, terlebih saat mata nya dengan jelas melihat Bintang yang menusuk sang kakak tanpa rasa bersalah.
Bagaimana lelaki itu menatap Bulan yang meringis kesakitan dengan darah yang menggenang merembas melalu perut nya.
Ia melirik kearah Bintang yang menunduk dalam, duduk di kursi tunggu di dapan UGD tempat Bulan di periksa.
"Ikut Saya!"
Gadis itu mendongak dengan mata memerah menahan tangis, dada nya sesak saat sadar bawa ia tanpa sengaja melukai Bulan.
Beralih pada Mentari yang tak berhenti menangis di samping Langit yang menenangkannya.
"Ikut saya!" Melihat Bintang yang bergeming, Angkasa dengan kasar menarik sang anak untuk keluar dari area rumah sakit.
Kaki jenjang nya berjalan tergesa, tak perduli tubuh Bintang yang seakan terseret karna terlalu cepat ia melangkah.
Di hempas nya tubuh mungil itu ke arah tembok di samping Rumah sakit yang sepi, menatap tajam Bintang yang bergetar hebat.
Plak!
"Monster!" Angkasa berseru, menampar pipi Bintang dangan tangan kanan nya.
"Salah apa Bulan sama kamu Bintang?"
Bintang menggeleng, Bulan tak salah. Bintang yang salah– dan Bintang merasa pantas mendapatkan ini semua.
"JAWAB!"
"Maaf pah– Bintang lupa."
Nyatanya ia memang melupakan itu semua, Bintang hanya ingat bila ia tertidur karna rasa sakit kepala yang begitu menyiksa.
Lalu terbangun dan tiba-tiba tubuh nya sudah berada di depan Bulan yang tergeletak mengenaskan.
Angkasa tertawa sinis, memukul kepala Bintang kearah tembok yang ada di sana. "Lupa kamu bilang?"
Duk! Duk! Duk!
"Saya benturin kepala kamu biar kamu bisa lupa beneran!"
Bintang tak memberontak, membiarkan kening nya luka hingga berdarah karna pekerjaan Angkasa.
"Pah sakit–"
"BULAN LEBIH SAKIT!"
Angkasa menegak, menatap Bintang sengit. "Kamu harus ngerasain apa yang Bulan rasa!"
Bruk!
Lelaki itu menendang perut Bintang hingga gadis itu menggeliat merasa sakit. "Sakit gak? Bulan kayanya lebih sakit."
Bruk!
Ahkk
Bintang meringis, hingga air mata nya mengalir deras. Di tatap nya Angkasa yang melihat nya penuh Banci.
"Pembunuh!"
"Harus nya sejak dulu saya tau, dua anak sudah cukup. Bulan dan Langit sudah bisa buat saya dan Mentari bahagia." Angkasa berucap pelan.
"Harus nya kamu gak perlu lahir."
Cukup pah.
"Harus nya kamu gak perlu hadir."
Pah udah.
"Kamu cuma pemanis buat keluarga kami yang udah cukup bahagia. Tapi nyatanya kamu itu pahit!"
Angkasa menendang Bintang yang sudah tergeletak di lantai yang kotor, menerjang tubuh lemah gadis itu dengan emosi yang menggebu.
Bruk!
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Teen FictionRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...