"Lima, empat, enam—"
"Tiga, sebelum empat itu tiga." Kena menujukan jemari telunjuk tengah dan manis nya tepat di hadapan Bintang.
Seminggu sudah gadis itu di rawat, kenangan-kenangan yang Bintang miliki kian menghilang. Luntur, seperti warna yang tak lagi cerah.
Dan mereka– di paksa untuk ikhlas menerima nya.
"Ah iya ya?" Bintang menggaruk tengukuk nya bimbang.
Kena mengangguk kecil, "Tebak, aku siapa?"
Yang di tanya mengerutkan kening bingung, nampak seakan bila ia tengah berfikir keras.
"Senna ya?"
Kena menggeleng, melirik kearah Lave dan Manda yang juga ada di sebelah nya. Ketiga nya memang di minta untuk menjaga Bintang barang sebentar. Karna Mentari dan Angkasa sedang keluar.
"Adel?"
"Bukan."
Bibir Bintang mengkerut, seperti anak balita yang tengah merajuk, karna tak terbayang juga hinggap di kepala nya.
"Inisial nya dari K." Lave menyahut, membantu Bintang dalam mengingat.
"Ka–mbing?" Tanya Bintang dengan nada terlampau polos, membuat mereka jelas tertawa renyah. Karna sungguh, wajah Bintang terlihat begitu menggemaskan.
Mimik dingin dan tak tersentuh yang sejak dulu melekat hilang dalam sekejap, di gantikan raut penuh tanya seperti seorang bayi yang baru berajar berbicara.
"Mbe mbe." Manda berbunyi seketika.
Bersatu dengan tepukan tangan dan tawa Bintang yang tak juga mereda, meski bahkan saat Bintang tak bisa melepaskan nasal kannula dari hidup nya. Ia tetap terlihat bahagia.
"Ahhh Bintang gemes banget! Kaya memey!" Lave menyentuh pipi Bintang, menepuk nya pelan. "Ayo-ayo kakak beliin telor gulung."
"Heh! Gue getok ya lo!" Manda menepis tangan Lave. "Kalo dia lecet gimana?"
"Mau keluar!"
Ketiga nya serempak menoleh saat Bintang berujar pelan. "Bosen, mau main di luar."
"Main apa?" Tanya Kena lembut.
"Main apa aja, yang penting gak disini. Bosen."
Manda menatap kearah Kena yang nampak menimang dengan matang, keluar ya? Apa gadis itu sudah di perbolehkan untuk turun dari ranjang?
Jika tidak bagaimana?
"Ayo!" Tangan Bintang menggenggam jemari Kena lembut, menyentak nya dengan pelan. "Aku mau ngerasain hidup."
"Pake kursi roda ya? Kita jalan-jalan ketaman."
Gadis itu menggeleng kecil, menyibak selimut yang sebelum nya nenutupi kaki nya. "Aku masih punya dua kaki, kaki aku masih bisa gerak."
Ia tersenyum kecut. "Aku mau lari, sebelum kaki ini mati."
Manda menahan nafas mendengar hal itu, sebelum nya mereka memang sudah di beritahu kemungkinan-kemungkinian terburuk dari penyakit yang menyerang Bintang.
Suatu saat, Bintang mungkin tidak hanya akan lupa bagiaman cara berjalan. Namun gadis itu bisa lupa bagaimana cara bernafas.
"Ayok, kita bakal jadi penopang kamu."
~•~
Ke empat nya tertawa girang, dengan Lave dan Manda yang berada tepat di samping kanan kiri Bintang dan Kena yang membawa tabung oksigen porteble milik sang sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Подростковая литератураRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...