Mentari diam, dengan tangan yang terus mengusap dada sang anak yang mengeluh sakit. Dengan ringisan pelan yang nyaris tak terdengar.
Bintang nya terpukul hingga merasa menjadi orang paling lemah di dunia, merancau bahwa tuhan tak pernah adil dalam menulis kisah hidup nya.
"Shhh–"
"Mamah panggil dokter aja ya?"
Gadis itu melirik kearah Mentari yang bertanya dengan nada penuh khawatir, ia menggeleng kecil. Kembali memejamkan mata karna masih terlalu lemas.
"Mamah bisa pergi." Ia berucap pelan. Tanpa melihat Mentari yang menatap nya kaget.
"By?—"
"Aku mau sendiri." Bintang melirih, ia ingin meratapi nasip nya yang tak seberuntung Bulan dan Langit.
Padahal mereka lahir dari satu rahim yang sama, besar dan tumbuh dengan kasih sayang yang tak berbeda pula. Namun mengapa nasib Bintang begitu miris.
Ah sialan, ia masih tak terima.
Penyakit ini pasti akan membuat nya benar-benar menderita."Mah–" Gadis itu kembali berucap saat Mentari tak kunjung pergi.
"Mamah mau di sini, nemenin Bintang yang lagi sedih." Tangan nya beralih mengusap rambut Bintang lembut.
"Pasti berat ya? Berat banget sampe Bintang gak bisa mikul ini sendiri."
"Makanya Bintang harus berbagi." Wanita itu menatap anak nya dalam.
Kelopak mata dengan bulu lentik itu hanya mengerjap tanpa niat terbuka, membuat Mentari yakin sakit yang Bintang rasakan amat menyiksa.
"Saat Mamah tau Bintang sakit, mamah juga marah. Marah sama semesta. Mamah bertanya kenapa bisa? Bisa dengan tega nya Tuhan kasih anak kecil tak berdosa seperti kamu coban yang kerasa besar."
Bintang bukan manusia jahat, ia hanya bayi kecil prematur yang lahir dari seorang wanita biasa. Tapi mengapa Tuhan tega?
"Mamah sedih banget, mamah sama papah berusaha semaksimal mungkin buat kamu sembuh. Tapi itu gak mudah kan By?"
"Apalagi kamu gak boleh tau soal ini— ah, andai mamah bisa milih. Mamah bakal bilang sama Tuhan buat pindahin rasa sakit kamu sama Mamah aja–"
Mentari merasa hangat saat Bintang menggenggam tangan nya dengan erat. Seolah menyalurkan kekuatan satu sama lain.
"Tapi mamah paham, kalo Tuhan kasih hal itu bukan tanpa alasan. Dia sayang banget sama kamu sebagaimana mamah sama Papah, menyayangi Bintang nya."
"Mulai saat itu Mamah udah bisa lebih maju dan fokus sama kesembuhan kamu." Wanita itu menatap Bintang yang sudah membuka mata.
"Itu juga alasan kenapa mamah larang kamu main Basket. Dan mamah harap sekarang kamu mulai ngerti."
"By? Mamah gak mau kehilangan kamu."
Bintang menggangguk kecil, mencoba mengerti apa yang Mentari katakan. Kesedihan tak berujung juga tak baik kan?
Sepertinya, ia memang harus lebih menerima keadaan sebagaimana Mentari dan Angkasa menerima hal itu beberapa tahun lalu.
Bintang mengerti, ia begitu egois. Marah pada semesta dan Tuhan nya. Berlaga bahwa hanya gadis itu yang paling tersakiti di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA UNTUK BINTANG (END)
Genç KurguRasi Bintang Aquila, Gadis yang menurut orang-orang paling beruntung di sejagat Raya, bahkan keberuntunganya melebihi besar nya Alam semesta. bagai mana tidak? lahir dari keluarga Kencana membuat nya seolah bak seorang tuan Putri Raja. kepintaran, k...