41. Competition

1.4K 124 20
                                    

"Bintang!"

Gadis itu menoleh, menatap kearah Senna yang memanggil nya dengan lantang. Melangkah pelan menghampiri Senna yang duduk di atas kursi roda.

"Ka Senna butuh sesuatu?" Ia bertanya, mensejajarkan tubuh nya dengan Senna.

"Engga." Senna menggeleng kecil.
"Kemarin Kate sama Adel jenguk lo ya?"

Bintang mengangguk sebagai jawaban, mata nya menatap kearah sekitar koridor yang nampak sepi. "Iya, kenapa?"

"Mereka ngomong apa sama lo?" Lagi Senna bertanya, takut-takut teman tim basket putri nya itu berbicara yang tidak-tidak pada Bintang.

"Cuma bilang cepet sembuh." Bintang menjawab. "Kenapa si?"

Senna menghelanfas lega, "Ga papa, gue cuma takut mereka minta lo main basket lagi buat pertandingan Besok."

Ya, mereka bilang itu.

"Terus kenapa?"

"Ya ga boleh lah!" Senna berseru kesal.
"Lo gak boleh main basket lagi, inget kondisi."

Bintang mengangguk kecil, meski sedikit tak setuju karna kata-kata Senna terdengar tidak menyenangkan. Seakan bila main Basket Bintang bisa mati saat itu juga.

Gadis itu menghelanafas gusar, ya Senna benar. Bintang sekarat dan bisa mati kapan saja.

"Lo gak ada niatan buat main basket lagi kan By?"

Pertanyaan itu? Rasanya Bintang ingin menjawab, Mau. Bintang mau bermain basket. Bintang rindu berlarian kesana kemari, memantulkan bola kelantai, melempar nya hingga masuk kedalam ring. Bintang menginginkan itu semua.

"Ga." Ia tersenyum masam, melirik kearah kaki Senna yang di gips karna patah.

"Janji ya sama gue? Gue gak mau lo kenapa-kenapa tau. Lo udah gue anggap sebagai adik gue sendiri." Senna mengusap rambut Bintang yang ada di bawah nya dengan lembut, membuat gadis itu terdiam sesaat.

Merasakan sentuhan yang tak senyaman milik Bulan, namun tetap menenangkan.

"By—"

"Iya."

"Iya apa?"

"Iya Jan- janji." Bintang menjawab lirih. Tersenyum kearah senna yang menatap nya dalam.

Kadang, janji gak harus di tepati kan?
Beberapa janji hanya untuk membuat tenang.

~•~

Mentari tersenyum lembut, memakaikan Langit jeket dengan hati-hati takut membuat sang anak merasa sakit karna luka nya yang belum sepenuhnya mengering.

"Bintang juga hari ini pulang kan mah?"

Wanita itu mengangguk semangat, karna memang hari ini kedua anak nya sudah di perbolehkan untuk pulang.

"Iya, nanti tunggu Bintang pemeriksaan terahir dulu sama tente Senja."

Langit nampak mengangguk sekilas.
"Trus sekarang dia sama siapa? Sendiri?"

"Papah kan ke kantor, Bulan kuliah. Bintang juga masih tidur, tenang aja–"

"Jam segini masih tidur?" Langit melirik kearah jam di ruangan nya, waktu memang masih menunjukan pukul setengah delapan pagi.

Namun biasanya, Bintang akan bangun lebih awal sama seperti hari-hari sebelum nya.

"Iya semalam dia sempet insomnia, baru bisa tidur jam tiga pagi– itu juga kalo mamah gak tau bisa baru tidur subuh." Mentari menjawab, meyakinkan Langit bila Bintang tak akan masalah bila di tinggal sebentar.

CAHAYA UNTUK BINTANG (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang